SURYAMALANG.COM, LUMAJANG - Heboh pernikahan siri yang melibatkan gadis di bawah umur dengan pengasuh pondok pesantren (Ponpes) ME di Lumajang, Jawa Timur.
Izin pondok pesantren itu pun kini turut dipertanyakan lantaran si pengasuh menikahi anak di bawah umur secara siri tanpa wali.
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lumajang masih mendalami izin dari Pondok Pesantren Hubbunnabi Muhammad SAW di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur tersebut.
"Tentu kami memberikan perhatian secara khusus kasus ini."
"Kami minta seksi terkait untuk melakukan penggalian data seperti apa kejadian yang lagi viral di pondok pesantren tersebut," ujar Pelaksana Harian Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lumajang, Muhammad Mudhofar ketika dikonfirmasi SURYAMALANG.COM, Senin (1/7/2024).
Mudhofar menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama Jawa Timur terkait evaluasi pendidikan di lingkungan pesantren.
"Kemarin kami masih menunggu datanya."
"Dua hal ini menjadi perhatian kita."
"Dan kami laporkan ke Kementrian Agama di Jawa Timur."
"Dalam persoalan ini menjadi persoalan bersama agar tidak terulang kembali," sebutnya.
Menurut Mudhofar, izin suatu pondok pesantren bisa jadi sudah tidak berlaku lantaran beberapa faktor.
Seperti sudah tidak ada kegiatan belajar mengajar dalam waktu yang lama.
"Seperti yang kami sampaikan, kami tengah melakukan pendataan atau telaah kembali izinnya saat ini, itu seperti apa."
"Apakah sudah terbit atau harus ada pembaruan data karena proses izin itu sifatnya dinamis."
"Bisa juga beku karena sistem dan tidak ada pembelajaran."
"Ini masih kita tunggu dan update perkembangannya seperti apa," tandasnya.
Lebih lanjut lagi, Muhammad Mudhofar menegaskan, telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah kejadian pernikahan siri terutama di lingkungan pondok pesantren.
"Sebetulnya kasus-kasus seperti ini bukan hal yang baru. Terkadang ada hal-hal yang tak terduga."
"Kita sudah sering edukasi dan sosialisasi."
"Penguatan bagaimana menjaga perilaku santri dan pengasuh, murid dan guru tentunya sudah ada aturan terkait etika di lembaga formal masing-masing," ujar Mudhofar.
Mudhofar menambahkan, secara umum Kementrian Agama berpesan kepada peserta didik dan tenaga pengajar di lingkungan pendidikan agama agar meningkatkan pengawasan untuk mencegah perilaku menyimpang.
"Kami memberikan respon untuk mewaspadai bagi anak-anak kita para santri, madrasah juga saling mengawasi dan memantau para anak didiknya," jelasnya.
Sementara itu, Mudhofar menuturkan pernikahan yang sah adalah harus tercatat dan diakui negara melalui Kementerian Agama.
"Kalau pernikahan sebagaimana Kementrian Agama hanya ada formal yakni tercatat di KUA, atau catatan sipil untuk yang selain agama Islam," sebutnya.
Menurut Mudhofar, fenomena pernikahan siri kerap terjadi di masyarakat karena faktor klaim kebenaran.
"Di lingkungan masyarakat ada kepercayaan dan diyakini kebenaran terkait pernikahan siri."
"Secara syariat agama ya harus memenuhi rukun dan syaratnya."
"Salah satunya diketahui orang tua wali apalagi masih anak harus dapat izin dari orang tua dan seterusnya," jelas Mudhofar.
Seperti diketahui, Polres Lumajang menetapkan seorang pengasuh ponpes bernama Muhammad Erik (ME) sebagai tersangka usai menikahi gadis berusia 16 tahun secara siri tanpa wali.
Pria yang sudah memiliki istri tersebut mengiming-imingi korban dengan uang Rp 300.000.
Oleh M, ayah korban, kasus tersebut dilaporkan ke polisi pada 14 Mei 2024.
Sementara pernikahan siri dilakukan pada 15 Agustus 2023.
M bercerita selama ini anaknya sering ikut pengajian yang digelar oleh Muhammad Erik.
Ia sendiri tahu pernikahan anaknya dari pembicaraan tetangga.
"Awalnya, tetangga ramai bilang anak saya hamil, saya kaget, kan enggak pernah saya nikahkan."
"Setelah saya tanya ternyata memang tidak hamil," cerita M di rumahnya Kecamatan Candipuro, Lumajang, dikutip SURYAMALANG.COM dari Kompas.com, Jumat (28/6/2024).
"Anak saya tidak mondok di sana, mungkin tahunya karena anak saya sering ikut majelisan," terang dia.
Kepada sang ayah, korban mengaku diiming-imingi uang sebesar Rp 300.000 dan akan dibahagiakan.
"Ngakunya dijanjikan mau disenengin dan dikasih uang Rp 300.000," ucap M.
Meski telah dinikahi, putri M dan pengasuh ponpes itu tidak pernah tinggal dalam satu rumah.
Ia juga menyebut anaknya hanya dipanggil pada saat-saat tertentu.
Tersangka, lanjut dia, tidak pernah bergaul dengan korban di rumahnya.
Pelaku menggunakan rumah seseorang berinisial V yang letaknya tidak jauh dari rumah pelaku.
"Jadi kalau anak saya mau ke sana pasti ada yang jemput terus ada yang ngantar pulang," ujarnya.
Setelah polisi menetapkan pengasuh ponpes itu sebagai tersangka, M berharap yang bersangkutan segera ditangkap dan diberi hukuman yang setimpal.
Sebab, ia telah tega menikahi putrinya tanpa sepengetahuan dirinya, dan kini putrinya mengalami trauma berat.
Menurutnya, sang putri tak pernah keluar rumah dan memilih mengurung diri di kamar.
"Harapannya ditangkap, dihukum setimpal, anak saya sudah diambil, dia sekarang trauma enggak mau ketemu orang, takut," tutupnya.
"Sudah ditetapkan tersangka kemarin. Belum (ditangkap) nanti kami panggil yang bersangkutan," kata dia, Jumat (28/6/2024).