Kronologi Saldo Rp 149 Juta Terkuras Usai Ditelepon Petugas Pajak, Pria Probolinggo Cuma Info NPWP

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI- Kronologi saldo Rp 149 juta terkuras habis setelah ditelepon petugas pajak, pria Probolinggo langsung syok cuma info NPWP.

SURYAMALANG.COM, - Kronologi saldo Rp 149 juta terkuras habis setelah ditelepon oleh oknum diduga petugas pajak dialami oleh pria asal Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Korban bernama Rudi Efendi (55) tersebut mengaku tidak pernah memberi tahu nomor PIN atau-pun kode OTP (One-Time Password) kepada pelaku. 

Bahkan Rudi Efendi hanya menginformasikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 

Kronologi berawal saat Rudi menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai petugas dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Iya benar. Tabungan saya terkuras habis sebesar Rp 149.800.000, setelah dihubungi seseorang yang mengaku petugas dengan nama DJP di akun WhatsApp,” ujar Rudi saat dihubungi Kompas.com (grup suryamalang), Sabtu (5/10/2024).

Baca juga: Nasib Warung Angkringan Ditarik Pajak Rp 12 Juta Per-Bulan Viral, Pemilik Sambat, Bapenda: Sesuai UU

Rudi menceritakan, pada Rabu (25/9/2024), dirinya menerima telepon dari seorang laki-laki yang mengaku dari DJP.

Melihat ada nama DJP tertera, Rudi langsung merespons karena sebagai pengusaha, Ia terbiasa berurusan dengan pajak.

Sebelum telepon, Rudi juga dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp, namun riwayat pesan tersebut kini sudah hilang.

Rudi tidak tahu apakah nomor yang menghubunginya adalah nomor ponsel atau telepon kantor DJP.

Dalam percakapan via telepon, Rudi diverifikasi mengenai nama perusahaan, alamat dan NPWP.

Setelah membenarkan identitas perusahaan, Rudi diminta untuk mengganti biaya meterai sebesar Rp 10.000.

Lalu Rudi mentransfer jumlah tersebut melalui m-Banking.

“Selang beberapa menit, saya keluar lalu kembali ke kantor. Mau ada transaksi senilai Rp 31 juta untuk pekerjaan kami" kata Rudi. 

"Setelah saya buka, loh sisa saldo berkurang. Total yang terkuras Rp 149.800.000, berpindah dua kali,” jelas Rudi.

Baca juga: Pajak untuk Pembangunan dan Layanan Publik Lebih Baik di Kota Malang

Rudi kemudian mendatangi BRI Unit Dringu untuk mengecek saldonya yang tiba-tiba terkuras dan membuat surat pernyataan dari pihak bank.

“Total uang saya yang hilang Rp 149 juta. Saya tidak merasa mentransfer Rp 100 juta dan Rp 49.800.000" kata Rudi. 

"Tiba-tiba sudah mengalami pemindahbukuan ke rekening Bank Nobu. Itu saya tidak merasa" imbuhnya. 

"Padahal saya tidak menunjukkan atau menyampaikan PIN atau apa saja kepada pihak DJP tersebut. Tiba-tiba saldo habis,” ungkap Rudi.

Berharap uangnya yang hilang dapat kembali, Rudi melaporkan peristiwa tersebut ke Direktorat Kriminal Khusus Polda Jatim pada Selasa (1/10/2024) lalu.

“Benar. Saya kemudian melaporkan peristiwa itu ke Polda Jatim. Dengan harapan uang saya bisa kembali,” tandas Rudi.

Waspada Modus Penipuan Terkait SPT Pajak

Selain kasus yang dialami Rudi, masyarakat juga perlu tetap mewaspadai modus penipuan lain yang mengatasnamakan Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP). 

Pasalnya, modus penipuan yang berkaitan dengan perpajakan atau lembaga keuangan lainnya semakin beragam dan untuk membedakan dengan surat dari lembaga aslinya pun semakin sulit.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat selama 2023, Tim Pusat Kontak Siber BSSN menerima sebanyak 1.417 aduan siber yang berasal dari berbagai sektor.

Dari jumlah tersebut, 86 persennya berupa aduan kejahatan siber atau kejahatan yang dilakukan lewat internet dan 5 persen lainnya termasuk ransomware, phishing, dan illegal access.

Baca juga: Penerimaan Pajak untuk Pembangunan dan Layanan Publik Lebih Baik di Kota Malang

Oleh karena itu, jangan sampai niat ingin menjadi warga negara yang baik dengan lapor Surat Pemberitahuan Tahunan atau SPT tepat waktu, menjadi celah penjahat siber untuk meraup keuntungan.

Seperti yang pernah terjadi, oknum penipu mengirimkan pesan berisi informasi sekaligus link atau file APK berisi bukti palsu, dimana calon korban harus segera membayarkan kekurangan atau denda pajak dengan nominal yang cukup besar.

Untuk itu, perlu diketahui cara membedakan pesan yang asli dari DJP dengan pesan palsu dari penipu.

Melansir Kompas.com, berikut beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : 

1. Perhatikan domain yang mengirim email dengan teliti, sampai ke tanda baca, jumlah huruf, bahkan kapitalisasi hurufnya.

Domain asli DJP adalah @pajak.go.id sehingga bisa saja si penipu mengirimkan kamu email dengan domain yang mirip seperti @e-pajak.-go.id.

2. Perhatikan format surat yang diterima, baik itu tanda baca, gaya bahasa, hingga kerapihan suratnya.

Pasalnya, tak jarang surat dari penipu yang mengatasnamakan instansi tertentu dibuat dengan asal-asalan sehingga sehingga format dan tata bahasanya kurang rapi. 3. Perhatikan nomor yang menghubungi dan crosscheck dengan yang asli.

Misalnya saat dihubungi via WhatsApp mengatasnamakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) cabang tertentu.

Maka dapat dicek dengan pergi ke Instagram dan buka profil KPP tersebut.

Biasanya pada bagian keterangan profil instansi, dicantumkan nomor WhatsApp asli mereka.

Apabila WhatsApp yang menghubungi merupakan nomor yang berbeda maka abaikanlah. 

4. Perhatikan instruksi yang diberikan oleh orang yang menghubungi.

Apabila mereka meminta untuk mengakses suatu link atau membuka sebuah file, jangan langsung dibuka.

Terlebih jika mereka meminta ditransfer sejumlah uang dengan alasan apapun.

Maka jangan dituruti karena emungkinan besar itu penipuan. Perlu diingat, membuat calon korban panik dan terdesak merupakan salah satu taktik penipu.

Oleh karena itu, jangan panik ketika mendapati pesan penipuan seperti ini. Tidak ada salahnya juga melakukan crosscheck ke kantor pajak yang benar.

Berikut ini sejumlah kontak pajak yang bisa dihubungi Kring Pajak 1500200, Twitter @kring_pajak, Email informasi@pajak.go.id, Email pengaduan@pajak.go.id, dan Live chat www.pajak.go.id.

 

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Berita Terkini