Sri Mulyani menjelaskan, sejak tahun 2013 tukin memang tidak diberikan pada dosen ASN.
Meski demikian, para dosen ASN tetap mendapatkan tunjangan profesi yang diberikan oleh pemerintah.
"Jadi mereka mendapatkan tunjangan profesi bagi yang bersertify (bersertifikasi)," kata Sri Mulyani di Kantor Kemendikti Saintek, Jakarta, Selasa (15/4/2025) melansir Kompas.com.
Bagi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) tidak mendapatkan tunjangan profesi karena memiliki sistem tunjangan sendiri yang bernama remunerasi.
PTN Badan Layanan Umum (BLU), kata Sri Mulyani, juga ada yang sudah memiliki remunerasi, namun belum semuanya memiliki kemampuan remunerasi.
Sri Mulyani melanjutkan, pada tahun-tahun sebelum adanya demo tukin, nominal tunjangan profesi masih lebih tinggi daripada tukin.
"Kondisi itu (tidak dapat tukin) masih diterima baik-baik saja waktu tunjangan profesinya lebih tinggi dari tukin," ujarnya.
"Makanya enggak ada suara kan? (protes tidak dapat tukin). Tunjangan profesi dosen yang bekerja di tempatnya Kementerian Diktiristek atau Kementerian Ristekdikti itu dulu better off (lebih baik) karena tunjangan profesinya lebih tinggi dari tukin," lanjutnya.
Namun seiring berjalannya waktu, setiap tahunnya tukin mengalami kenaikan mengikuti kinerja dari kementerian yang menyebabkan tunjangan profesi dosen menjadi terlihat lebih kecil dibanding tukin.
Berdasarkan penjelasan Sri Mulyani, berikut perkiraan perbedaan tunjangan profesi dan tukin dosen ASN Kemendikti Saintek:
1. Guru Besar
Tunjangan profesi: Rp 6.737.200
Tukin: Rp 19.280.000
2. Lektor Kepala
Tunjangan profesi: Rp 4.971.700