Negara harus hadir untuk membenahi.
Hal ini disebut Purwono juga masih terkait visi 'Mbois Berkelas' oleh Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat.
Ia berpendapat bahwa tanpa perbaikan, angkutan kota tidak akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat.
"Negara hadir tidak hanya penonton, tapi turun melakukan pembenahan. Dengan begitu, angkutan kota menjadi magnet penarik wisata, pendidikan, dan gaya hidup," pungkasnya.
Pengamat transportasi publik Universitas Widyagama Malang, Profesor Aji Suraji, berpendapat salah satu tantangan terbesar ialah keberadaan angkutan kota (angkot) konvensional.
Ia menyarankan pola scrapping, yakni konversi dari sistem lama ke sistem baru, baik dari sisi armada maupun pengemudinya.
"Supir lama direkrut ulang, tentunya lewat proses seleksi dan pelatihan. Ini untuk memastikan tidak ada gejolak. Model seperti ini sudah berhasil di daerah lain," ujar Aji.
Namun ia mengingatkan bahwa operator yang ingin terlibat harus punya modal kuat. Dikatakannya, investasi per armada bisa mencapai Rp 1 miliar.
"Operasi minimal 3–6 bulan pertama butuh cadangan dana besar. Kalau tidak kuat, bisa kolaps," jelasnya.
Dengan pendekatan yang tepat dan dukungan berbagai pihak, ia optimistis Trans Jatim bisa menjadi tulang punggung transportasi publik di Malang Raya.
"Kalau peluncuran dilakukan dengan matang, saya yakin pola perjalanan masyarakat akan berubah. Tinggal menunggu waktu saja," katanya yakin. (Benni Indo)