Kota Malang

Pulang dari Jalur Gaza Palestina, Dua Dokter UB Malang Bagikan Kisah Derita Manusia di Tengah Perang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MISI KEMANUSIAAN - Dokter Kuntadi (tengah) ketika sedang melakukan pembedahan tulang pada warga Palestina di Rumah Sakit An Nasr.

"Kami hanya bisa mengandalkan obat-obatan lama, dengan risiko medis yang tinggi."

"Bahkan air bersih pun menjadi barang mewah," ucapnya.

Tidak hanya pasien, para tenaga medis di Gaza pun tak luput dari penderitaan.

Dr Ristiawan mengisahkan seorang dokter spesialis yang pingsan karena tak makan selama dua hari.

Bahkan sebutir permen dibagi bersama menjadi bentuk solidaritas bersama.

"Kami punya satu permen Kopiko. Kami bagi-bagi. Dan mereka menerimanya dengan syukur luar biasa," ungkapnya.

Suara bom dan kepulan asap menjadi latar setiap hari.

Selama dua minggu bertugas, keduanya tidak pernah keluar dari kompleks rumah sakit demi keamanan.

Mengambil foto, membuka ponsel, bahkan menyebut nama organisasi semuanya bisa memicu bahaya.

Setiap gerak-gerik diawasi dan dikawal oleh militer.

Namun di tengah ketegangan itu, mereka melihat ketegaran yang luar biasa.

Menurut Dr Ristiawan, ia sempat melihat warga sipil yang lemah keluar dari lorong-lorong bangunan, meminta makanan di pinggir jalan tanpa agresi.

"Warga Gaza, bahkan dalam kelaparan, tetap bersikap sopan. 'Hungry but not angry,'" katanya.

Saat keberangkatan kemarin, Dr Kuntadi menyampaikan bahwa misi kemanusiaan di Gaza ini merupakan panggilan hatim

Keikutsertaan keduanya juga bukan keputusan mendadak.

Ada niat untuk terjun dalam misi kemanusiaan yang telah tertanam sejak lam.

Bahkan Dr Kuntadi menyetujui tawaran misi kemanusiaan sebelum meminta izin keluarga.

"Takdir kita sudah ditentukan. Kematian sudah tertulis sebelum lahir. Jadi mengapa harus takut?" tandasnya.

 

Berita Terkini