Peluang Jokowi Dipanggil KPK Setelah 2 Mantan Menterinya Diperiksa, PUKAT UGM: Tidak Boleh Sungkan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENYELIDIKAN KASUS KORUPSI - Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim (TENGAH). Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas (KIRI) memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (7/8/2025). Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi-KANAN) ketika memberi keterangan pers di Solo dalam tayangan KompasTV Senin (4/8/2025). Peneliti Pukat Universitas Gadjah Mada (UGM) bicara peluang Jokowi dipanggil KPK.

SURYAMALANG.COM, - Peluang Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbuka lebar menurut Peneliti Pukat Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman.

Hal itu sejalan dengan dua menteri era Jokowi yang dipanggil oleh KPK atas dugaan korupsi dalam pembagian kuota tambahan haji tahun 2024 dan pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek.

Dua menteri era Jokowi periode 2019-2024 yang diperiksa adalah Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut (mantan Menteri Agama), dan Nadiem Makarim (eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Mendikbudristek).

Nadiem Makarim dan Yaqut Cholil Qoumas menjalani pemeriksaan di KPK pada hari ini, Kamis (7/8/2025).

Baca juga: Rismon Kecewa dengan Ucapan Jokowi Soal Orang Besar di Balik Kasus Ijazah Palsu, Merasa Direndahkan

Menanggapi pemeriksaan terhadap Nadiem dan Yaqut, Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman menjelaskan alasannya menyebut Jokowi berpeluang dipanggil KPK. 

“Selama relevan tentu tidak tertutup kemungkinan pemeriksaan bisa sampai pada presiden" kata Zaenur Rohman dalam program Kompas Petang di KompasTV, Kamis (7/8).

Lebih lanjut, Zaenur menerangkan apa saja hal-hal yang membuat Jokowi bisa diperiksa oleh KPK. 

"Misalnya apakah kebijakan-kebijakan itu lahir dari perintah presiden, kalau lahir dari perintah presiden, kemudian akan diteliti apakah perintahnya sesuai hukum atau tidak,” lanjutnya. 

“Di kasus kuota haji ini kan yang dipersoalkan adalah 20.000 kuota tambahan itu harusnya kan minta izin DPR dan juga pembagiannya 92 persen untuk regular, 8% untuk khusus" terangnya. 

"Nah ini publik kan bertanya-tanya, ini apakah Menag sendiri yang berinisiatif atau disuruh orang lain atau bagaimana ceritanya” ucap Zaenur 

Zaenur menekankan, KPK tidak boleh mempunyai rasa sungkan kepada siapa pun termasuk mantan presiden dalam menegakkan hukum.

Sepanjang hal tersebut dilakukan terhadap pihak-pihak yang memiliki informasi, keterangan, pengetahuan soal tindak pidana.

“Itu penyidik bisa melakukan panggilan, tujuannya untuk melengkapi berkas, untuk membuat terang telah terjadinya tindak pidana" ungkapnya. 

"Jadi itu harus benar-benar dipahami oleh penyidik, penyidik tidak boleh memiliki rasa sungkan misalnya hanya karena seseorang yang memiliki informasi itu merupakan eks pejabat negara,” ujar Zaenur.

Sebagai informasi, Pukat UGM adalah singkatan dari Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Halaman
1234

Berita Terkini