SURYAMALANG.COM, - Pendakwah Sugi Nur Raharja alias Gus Nur menceritakan pengalamannya saat berpolemik dengan kasus ujaran kebencian terkait dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Gus Nur yang sudah bebas setelah empat tahun dipenjara memastikan ijazah asli Jokowi tidak pernah ditunjukkan di persidangan.
Bahkan Gus Nur mengaku pernah bertaruh mencium kaki jaksa apabila bisa menunjukkan ijazah asli Jokowi di pengadilan.
Selama terjerat kasus, Gus Nur menerima vonis 4 tahun penjara, namun belakangan juga mendapatkan amnesti atau penghapusan hukuman dari Presiden Prabowo Subianto meski telah bebas bersyarat sejak 27 April 2025.
Baca juga: Gus Nur Tetap Teguh Kritik Pemerintah, Meskipun Sudah Bebas Seusai dapat Amnesti dari Presiden
Gus Nur berkasus akibat konten podcast-nya membahas dugaan ijazah palsu Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai presiden.
Konten Gus Nur tersebut dianggap telah menyebarkan hoax dan ujaran kebencian sehingga membuatnya harus mendekam di Rutan Kelas I Surakarta (Solo).
Kini setelah menghirup udara bebas, Gus Nur ketika ditanya kembali mengenai ijazah Jokowi mengaku tetap belum percaya.
Pria 51 tahun itu lebih yakin dengan ijazah Prabowo yang pasti asli.
"Saya yakin ijazahnya Pak Prabowo asli. Saya yakin" kata Gus Nur mengutip YouTube KompasTV, Senin (11/8/2025).
"Tapi kalau ijazahnya Pak Jokowi, sampai saya dipenjara 4 tahun, ijazah aslinya tidak pernah muncul di sidang" ucapnya.
Baca juga: SOSOK Gus Nur Terpidana Kasus Ijazah Palsu Jokowi Dapat Amnesti Prabowo, Pemain Debus Jadi Pendakwah
Di persidangan, Gus Nur mengaku pernah akan meminta maaf kepada keluarga besar Jokowi jika jaksa menunjukkan ijazah asli Jokowi.
Selain itu, jika jaksa berani memperlihatkan ijazah Jokowi, Gus Nur juga akan mencium kaki jaksa tersebut.
"Saya pernah ngomong dengan jaksanya, 'Pak jaksa hadirkan ijazah aslinya (Jokowi) di sini di depan hakim, kalau ada, saya cium kakimu dan saya siap minta maaf kepada keluarga besar Pak Jokowi'," ujar Gus Nur.
Menurut Gus Nur, selama menjalani sidang 6 bulan, ijazah Jokowi tidak pernah diperlihatkan.
"Enam bulan tidak pernah ada ijazah aslinya, tapi tetap diputus 4 tahun," ujarnya.
Gus Nur mengaku sama sekali tidak membenci Jokowi meski telah dijebloskan ke dalam penjara.
Gus Nur hanya benci dengan rezim di masa kepemimpinan Jokowi sebagai presiden.
"Saya tidak pernah benci dengan Pak Jokowi. Agama saya melarang benci dengan orang," katanya.
"Yang saya benci sistemnya, kebijakannya, rezimnya, bukan orangnya. Dosa membenci orang itu," imbuhnya.
Gus Nur juga berpesan kepada ahli digital forensik, Rismon Sianipar beserta kawan-kawannya agar terus berjuang mengungkap keaslian ijazah Jokowi.
"Terus berjuang tidak apa-apa. Terus berjuang. Walaupun kalah menang nanti biar hukum Tuhan hukum Allah yang menentukan," ucapnya.
"Terus berjuang bang Rismon, sebagaimana saya dulu berjuang selama 10 tahun," lanjutnya.
Merasa Jadi Korban Rezim
Sedangkan di kesempatan berbeda, Gus Nur berharap nama baiknya dapat dipulihkan dari catatan kriminal.
Gus Nur mengatakan, amnesti yang didapatnya tidak terlalu berpengaruh terhadap masa hukuman sebab sudah menjalani 2/3 masa pidana dan menjalani masa Pembebasan Bersyarat (PB).
"Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Prabowo dan pemerintah, saya telah menjalani 2/3 masa pidana dan amnesti ini saya dapat setelah saya bebas (bebas bersyarat)" jelasnya di Kota Malang, Rabu (6/8/2025).
"Jadi, saya dipenjara empat tahun dan telah menjalani tiga tahun lebih, terus tiba-tiba dapat amnesti" imbuhnya.
"Ibarat sayur kurang garam, amnesti itu tidak terlalu berpengaruh karena saya sudah bebas" terangnya.
"Namun manfaatnya dengan adanya amnesti ini, saya tidak perlu lagi laporan tiap bulan ke Bapas, hanya itu manfaatnya," urai Gus Nur.
Baca juga: Lagi-lagi Amnesti, Prabowo Bebaskan Gus Nur Atas Kasus Ijazah Palsu Jokowi
Gus Nur menerangkan, seharusnya bukan hanya mendapatkan amnesti tapi juga pemulihan nama baik lewat abolisi dan rehabilitasi karena merasa telah menjadi korban dari rezim penguasa.
Abolisi adalah tindakan penghentian proses hukum atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh presiden, baik terhadap tersangka maupun terdakwa, bahkan jika proses hukum sudah berjalan atau putusan pengadilan telah dijatuhkan.
"Ini pendapat pribadi, harusnya bukan sekadar amnesti melainkan juga pemulihan nama baik saya lewat rehabilitasi dan abolisi" ucap Gus Nur.
"Karena perkara yang saya alami ini, seratus persen adalah kriminalisasi hukum dari rezim penguasa sebelumya yaitu Jokowi," ungkapnya.
Gus Nur menyampaikan, pihak yang melaporkan konten podcast-nya yang membahas dugaan ijazah palsu Jokowi tidak memiliki legal standing, namun nyatanya, perkara itu terus jalan hingga ia pun divonis penjara.
"Saya enggak pernah menyerang personal, karena memang tidak boleh menyerang secara personal" ujarnya.
"Yang saya kritik adalah rezim kekuasaan dan itu boleh, namun saya seolah-olah jadi musuh negara" kata Gus Nur.
"Dilaporkan oleh orang yang tidak ada hubungannya sama sekali, namun laporannya diproses hingga sidang dan saya dipenjara selama 4 tahun," bebernya.
Gus Nur kembali menegaskan, bukan berarti tidak bersyukur dan berterima kasih telah mendapat amnesti, namun ini semata-mata terkait penegakan hukum.
"Bukan berarti saya tidak bersyukur mendapat amnesti, namun ini soal penegakan hukum" ungkapnya.
"Harusnya, abolisi serta rehabilitasi untuk membersihkan nama baik saya," pungkasnya.
'Era Baru' Kasus Ijazah
Kini kasus tuduhan ijazah palsu masih bergulir, bedanya Jokowi sudah tidak menjabat Presiden serta kasus pencemaran nama baik dan fitnah dilaporkan langsung oleh yang bersangkutan.
Selain itu, tuduhan penghasutan dan penyebaran berita bohong juga dilaporkan oleh masyarakat dan relawan ke sejumlah Polres.
Sejauh ini, kasus dugaan ijazah palsu Jokowi telah memasuki tahap penyidikan dan menyeret 12 nama terlapor, termasuk tokoh publik seperti mantan Ketua KPK, Abraham Samad dan pakar telematika, Roy Suryo.
Sejumlah tokoh nasional pun angkat suara membela Abraham Samad.
Mereka menilai langkah hukum terhadap Abraham berpotensi sarat muatan politis dan mengarah pada indikasi kriminalisasi terhadap tokoh antikorupsi tersebut.
Dalam video berjudul ‘Dukungan Para Tokoh Untuk Abraham Samad’ mereka yang mendukung Abraham dan menolak kriminalisasi di antaranya ada Gatot Nurmantyo dan Novel Baswedan.
Gatot Nurmantyo adalah seorang jenderal purnawirawan TNI yang dikenal luas di Indonesia, terutama karena kiprahnya sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2015–2017 di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Ingat tolak kriminalisasi Abraham Samad ini bukan zamannya lagi,” kata Gatot Nurmantyo.
Baca juga: Gus Nur Datangi Balai Pemasyarakatan Malang, Masa Bimbingan Resmi Berakhir
Novel Baswedan yang juga mantan penyidik senior KPK dikenal luas karena keberaniannya dalam mengungkap berbagai kasus korupsi besar di Indonesia turut bersuara.
“Saya Novel Baswedan menolak kriminalisasi terhadap Pak Abraham Samad,” kata Novel Baswedan.
Aparat Polda Metro Jaya akan meminta keterangan mantan Ketua KPK ke-4 periode 2011-2015 itu pada Rabu (13/8/2025).
“Adanya panggilan terhadap mantan ketua KPK Abraham Samad sebagai saksi untuk diambil keterangannya atas laporan dugaan pencemaran dan fitnah yang dilaporkan saudara Joko Widodo,” bunyi keterangan dari kuasa hukum terlapor, Ahmad Khozinudin.
Dalam undangan agenda konferensi pers tersebut, Abraham Samad akan didampingi oleh sejumlah tokoh dan aktivis saat pemeriksaan.
Selain itu, Abraham Samad juga didampingi oleh tim pengacara dari YLBHI, Kontras, LBH Pers, IM+57 dan LBH-AP Muhammadiyah.
(Tribunnews.com/Kompas.com/Tribunnews.com)
Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp