Ponpes Ambruk Sidoarjo

Gubernur Jatim Khofifah Jelaskan Kinerja Tim SAR di Ponpes Al Khoziny: Mereka Ngerong

Karena mengangkat bongkahan menggunakan alat berat tidak memungkinkan maka yang dilakukan tim adalah dengan menggali tanah.

Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Dyan Rekohadi
KOLASE - SURYAMALANG.COM/Fatimatuz Zahro/Basarnas Yogyakarta
PENYELAMATAN - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat memberi sambutan di acara Jatim Fest di Grand City, Rabu (1/10/2025) dan petugas Basarna yang tengah berusaha menjangkau posisi korban 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mencoba menjelaskan pola kerja Tim SAR gabungan yang tengah berusaha meneyelamatkan korban yang masih berada di dalam reruntuhan bangunan di Pesantren Al Khoziny Sidoarjo.   

Penejelasan ini diharapkan bisa menjawab pertanyaan terkait proses penyelamatan yang lama dan tidak digunakannya alat berat.

Baca juga: 4 Korban Berhasil Dikeluarkan dari Reruntuhan Bangunan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, 1 Meninggal

Ia menegaskan bahwa tim gabungan Basarnas, BNPB, dan seluruh pihak bergerak cepat dan cepat mengupayakan penyelamatan seluruh korban bangunan ambruk .

Ia pun kemudian menceritakan bahwa proses penyelamatan korban ambruknya bangunan pesantren tertua di Sidoarjo itu memang rumit dan tidak bisa asal mengangkat bongkahan dan membongkar timbunan reruntuhan bangunan. 

“Tim SAR dari Basarnas yang bertugas di sana itu ada 12 orang dan bersertifikat internasional. Mereka profesional dan pernah membantu di Turki dan Myanmar,” kata Khofifah dalam sambutannya di acara Jatim Fest di Grand City, Rabu (1/10/2025).

“Sebegitu pun memang tidak mudah untuk mengambil posisi dari tim pencarian dan penyelamatan,” imbuhnya.

Ia lalu menyebut bahwa saat mendengar kejadian itu langsung mengkoordinasikan pada Wagub, Sekda, Dinsos dan Dinkes agar segera melakukan langkah tanggap.

Termasuk di antaranya membangun dapur umum, membawa crane dan eskavator.

“Ternyata saat saya tiba di tempat pada malam harinya, ternyata tidak sesederhana itu. Eskavator sampai sekarang masih ada di situ, dan belum bisa difungsikan,” tegasnya.

Tim dari Basarnas dikatakan Khofifah belum berani mengambil risiko menggunakan crane dan eskavator karena khawatir jika menganggkat bongkahan, memicu pergerakan dan menambah beban yang ada di bawah rerentuhan.

“Mengapa penanganan ini terkesan lambat? Bukan lambat. Tapi karena ini penyelamatan tidak bisa kita mengkonversi satu nyawa dengan berapa-berapa,” tegasnya.

“Basarnas tidak berani mengambil risiko tapi bawa kita membawa itu untuk siap siaga,” imbuhnya.

Di lokasi banyak wali santri dan juga pihak luar yang bertanya-tanya mengapa penyalamatan tak menggunakan alat berat padahal sudah standby.

“Yang meminta excavator dan crane itu saya dan langsung didatangkan. Tapi itu tidak memungkinkan dipakai, karena ketika ini difungsikan maka penyelamatan yang bisa terganggu,” tegasnya.

Prioritas saat ini dalam upaya penyelamatan adalah seluruh korban bisa ditemukan dan diselamatkan.

Sumber: Surya Malang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved