Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk

'Mimpi Minum Kaya Asli Rasanya' Mukjizat Rosi dan Alfatih Bertahan Hidup 3 Hari di Bawah Reruntuhan

Kisah Rosi dan Alfatih bertahan hidup 3 hari di bawah reruntuhan bangunan ponpes yang ambruk. Mimpi minum air seperti asli.

Penulis: Frida Anjani | Editor: Frida Anjani
Tangkapan Layar YouTube Metro TV
MUKJIZAT - Potret Syaifur Rozi Abdillah korban selamat tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo ambruk. Rosi menceritakan bagaimana dirinya bisa bertahan 3 hari di bawah reruntuhan bangunan pondok pesantren yang ambruk. 

SURYAMALANG.COM - Rosi dan Alfatih tak pernah menyangka jika ibadah sholat ashar yang mereka lakukan berjamaah di masjid pesantren berubah menjadi tragedi. 

Tragedi ambruknya bangunan musala Ponpes Al Khoziny yang secara tiba-tiba membuat keduanya tak sempat menyelamatkan diri. 

Rosi dan Alfatih pun bertahan di bawah puing-puing reruntuhan bangunan sambil menunggu bantuan. 

Setelah 3 hari terjebak, akhirnya secercah harapan datang saat Tim SAR gabungan berhasil menyelamatkan 5 korban selamat dari reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Rabu (1/10/2025). 

Di antara korban yang berhasil diselamatkan adalah Syaifur Rozi Abdillah dan Alfatih Cakra Buana.

Kedua santri yang berhasil selamat ini memiliki kisah mengharukan tentang perjuangan bertahan hidup selama 3 hari di bawah reruntuhan.

Rosi: Tiga Hari Melawan Lapar, Haus, dan Luka Parah

Rosi, sapaan akrab Syaifur Rozi Abdillah, tiba di IGD RSUD Notopuro Sidoarjo pada Rabu malam dalam kondisi lemas dengan luka parah di kaki kiri.

Kedatangannya menandai akhir dari tiga hari mencekam di bawah timbunan material.

Kepada wartawan, Rosi menceritakan detik-detik perjuangannya.

Selama 72 jam terperangkap, ia tidak makan dan minum sama sekali.

"Nangis... bantuan habis ini ada bantuan," kenangnya lirih dalam tayangan Primetime News Metro TV, Kamis (2/10/2025).

"Saya cuma bisa berdoa agar bantuan segera datang. Posisi saya miring semua," imbuhnya.

Di tengah kondisi kritis, Rosi sempat berusaha mencari pertolongan bersama korban lain.

"Pas ada orang, 'Apakah ada orang Pak? Sini Pak bantuin Pak!' gitu. Pas enggak lama punya ide, 'mau minta tolong bareng-bareng.' Pakai (suara) 1-2-3, 'Pak tolong Pak!'" tuturnya.

Jeritan minta tolong itu membuahkan hasil.

Tepat pada pukul 12 malam di hari ketiga, warga setempat yang ikut mencari mulai mendengar suara mereka.

Rosi yang kakinya terjepit beton, akhirnya bisa dikeluarkan.

"Kaki keluaran, sakit kaki keluar," ujar Rosi.

Setelah diselamatkan, ia bahkan masih sempat menunjuk ke arah temannya yang lain.

"Teman saya, Pak! Saya keluar, saya masih nunjuk teman. Kamu minggir dulu, kamu minggir, teman saya dulu, Pak," tutupnya, menunjukkan solidaritas meski dalam kondisi terluka parah.

Alfatih: Tidur Nyenyak 3 Hari, Terbangun Saat Dievakuasi

Lain Rosi, lain pula Alfatih Cakra Buana. Remaja ini memiliki kisah bertahan hidup yang nyaris tak terbayangkan.

Alfatih mengaku tidak merasakan haus maupun lapar karena setelah kejadian, ia justru tertidur pulas selama tiga hari di bawah reruntuhan.

Ia selamat tanpa luka serius karena posisi tubuhnya terlindungi secara alami.

Kakinya tertimbun pasir hingga ke dada, sementara wajahnya tertutup seng. 

Material-material ini secara tak sengaja menjadi "tameng" dari material berat yang jatuh dari atas.

"Di musala. Terus selanjutnya setelah tidur itu, bangun tidur kayak arah gempa. Terus lari, terus pingsan, kena batu mungkin," cerita Alfatih.

Ia baru terbangun setelah tiga hari dalam kegelapan.

"Bangun-bangun kayak udah gelap. Di sebelah ada teman-teman. Aku tanya, 'Kenapa? Kenapa musalanya roboh?' Tadi kayak ada gempa," katanya polos.

Menariknya, saat ditanya apakah ia diberi minum, Alfatih menjawab:

"Enggak tahu, tapi di (dalam) mimpi aku minum lewat kayak selang-selang... Itu hanya mimpi, tapi kayak asli, minumnya rasanya."

Kisah Alfatih menjadi anomali yang luar biasa, seolah tubuhnya melakukan mekanisme pertahanan diri dengan menidurkan kesadarannya.

Tim SAR Merayap 3 Jam di Galian 60 Cm

Berdasarkan pemantauan, terlihat momen krusial dalam operasi penyelamatan oleh Tim SAR di lokasi. 

Para petugas mengenakan perlengkapan pelindung lengkap—helm, seragam khusus, dan alat bantu seperti tali dan selang.

Mereka bekerja di medan berbahaya dan sempit, dengan koordinasi tinggi, ketelitian, dan keberanian luar biasa karena setiap detik nyawa menjadi taruhan. 

Proses evakuasi cukup dramatis lantaran petugas melewati galian sempit dengan diameter 60 cm dan harus dilakukan dengan kehati-hatian.

Perjuangan personel tim SAR evakuasi korban ini diungkap oleh Direktur Operasi Basarnas, Yudhi Bramantyo.

Yudhi mengungkapkan, metode penyelamatan terpaksa dilakukan dengan membuat galian sempit di bawah beton.

Mengingat saat itu belum bisa digunakannya alat berat untuk proses evakuasi korban yang terjebak di reruntuhan bangunan.

“Galian dalam kondisi terbatas untuk dilewati dari segi diameter galian hanya 60 cm dengan kedalaman 80 cm," ungkap Yudhi dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025) mengutip KompasTV.

Dengan situasi tersebut, untuk menjangkau lokasi korban, evakuasi dilakukan tim SAR dengan merayap selama tiga jam.

"Personel harus merayap dalam posisi tengkurap tiga jam setiap shift agar bisa mencapai lokasi korban,” jelasnya.

Setelah sebelumnya proses evakuasi dilakukan secara manual, pada Kamis siang ini, tim SAR gabungan mulai melakukannya dengan mengerahkan alat berat.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto mengungkap upaya tersebut dilakukan usai tidak ditemukan lagi tanda-tanda kehidupan di bawah reruntuhan bangunan tersebut.

"Mulai tadi malam, setelah penemuan terakhir dalam kondisi selamat, itu kami rapat koordinasi tim gabungan menyatakan menggunakan alat-alat yang canggih, ada yang menggunakan drone termal secara ilmu pengetahuan tidak lagi ditemukan tanda-tanda kehidupan," ucapnya dalam Breaking News KompasTV, Kamis.

"Kami masih memberi waktu kepada tim gabungan dari kemarin sore sampai tadi pagi. Bahkan tadi malam disterilkan lokasi supaya sunyi, di tengah kesunyian itu mudah-mudahan ada kedengaran, tanda-tanda kehidupan. Ternyata sampai tadi pagi tidak ada (tanda kehidupan)," imbuhnya.

Menurut penjelasan Letjen Suharyanto, evakuasi menggunakan alat berat sudah berdasarkan persetujuan dari keluarga santri.

Proses evakuasi itu membuahkan hasil dengan ditemukannya tujuh korban tambahan pada Rabu (1/10) atau hari ketiga operasi SAR digelar.

Di mana dari tujuh korban yang dapat dievakuasi Rabu kemarin, lima di antarnya dalam kondisi selamat, sementara dua lainnya meninggal dunia.

Dalam kesempatan itu, Letjen Suharyanto juga mengungkapkan kesulitan dalam melakukan upaya evakuasi tersebut, salah satunya, kondisi reruntuhan yang tidak stabil.

“Setiap getaran berisiko memicu runtuhan tambahan. Karena itu kami mengutamakan kehati-hatian agar korban maupun petugas tetap selamat,” bebernya.

Penghargaan untuk Tim SAR Gabungan

Kedua kisah ini menyoroti kerja keras tim SAR gabungan yang tak kenal lelah, menyisir puing demi puing hingga korban terakhir ditemukan.

Evakuasi Rosi dan Alfatih, serta tiga korban selamat lainnya, menjadi bukti pentingnya koordinasi dan semangat pantang menyerah dalam operasi penyelamatan.

Peristiwa ini juga menjadi pengingat akan kerapuhan bangunan dan besarnya kekuatan bencana, sekaligus merayakan keajaiban hidup yang tersisa di tengah tragedi.

 

Ikuti saluran SURYAMALANG di >>>>> WhatsApp 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved