Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk

Suara Terakhir di Reruntuhan: Haical Santri Al Khoziny Salat Isya Berjamaah, Subuh Temannya Membisu

Suara terakhir di reruntuhan: Haical santri Al Khoziny salat isya berjamaah, subuh teman-temannya sudah membisu, tak ada jawaban.

SURYAMALANG.COM/M Taufik/KOMPAS.com/ANDHI DWI
PONPES AL KHOZINY AMBRUK - Proses evakuasi manual oleh Tim SAR (KIRI) dilakukan ketika terlihat ada korban di balik reruntuhan bangunan yang ambruk di Ponpes AL Khoziny. Syehlendra Haical (KANAN) saat dijenguk Mensos RI, Saifullah Yusuf, Sabtu (4/10/2025). Haical santri Al Khoziny ajak teman salat isya berjamaah, subuh tak ada sahutan. 

SURYAMALANG.COM, - Ajakan salat isya di tengah reruntuhan bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur terdengar pilu ketika Syehlendra Haical menceritakannya.

Syehlendra Haical adalah satu dari korban selamat dari runtuhnya bangunan tiga lantai di Ponpes Al Khoziny pada Senin (29/9/2025) lalu. 

Dalam situasi hidup dan mati, Haical masih mengingatkan teman-temannya untuk salat meski akhirnya tak ada lagi yang menyambut ajakannya untuk beribadah. 

Teman-teman di sekitar Haical membisu diajak salat subuh, padahal ketika Isya, mereka bisa salat berjamaah. 

Baca juga: Fakta-fakta Santri Ngecor di Ponpes Lirboyo Kediri Viral Usai Ponpes Al Khoziny Ambruk: Amal Jariyah

Kisah itu diungkap Haical kepada ibunya, Dwi Ajeng pasca-korban berhasil dievakuasi pada hari ketiga atau Rabu (1/10/2025). 

Menurut cerita Dwi Ajeng, anaknya tersebut banyak bercerita setelah sudah dirawat di RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo

Salah satunya, saat mengajak temannya shalat isya ketika masih terjebak reruntuhan. 

"Haical itu cerita begini, shalat Isya dia masih sempat ngajak temannya. Jadi pukul-pukul temannya gini. Ayo shalat, Isya, shalat, Isya," kata Dwi dikonfirmasi, Sabtu (4/9/2025).

Ketika itu, Haical mendapatkan respons dari temannya yang juga berada di celah sempit reruntuhan Ponpes Al Khoziny.

Akhirnya, mereka memutuskan tetap shalat dalam keadaan terjepit.

"Temannya masih menyahuti, jadi ayo shalat, ayo shalat. Siapa yang mengimami? ternyata di sela-sela mereka itu ada yang ngimami tapi enggak tahu siapa. Itu ceritanya Haical," ucapnya.

Baca juga: Derita Haical Korban Ponpes Al Khoziny: Kaki Diamputasi Setelah Infeksi Merembet ke Hati dan Ginjal

Kemudian, Haical mengajak teman-temannya untuk shalat lagi ketika sudah memasuki waktu Subuh.

Akan tetapi, para santri lainnya tidak memberi respons, bahkan ketika tubuhnya berusaha ditepuk.

"Subuh temannya yang di sebelahnya itu dipukul sama Haical, ditepuk-tepuk begini. Intinya Haical manggil namanya, tapi sudah enggak ada sautan, ayo salat, ayo salat," jelasnya.

Salat yang dilakukan Haical dan teman-temannya tentu tidak dilakukan secara normal, sebab korban tidak bisa melakukan gerakan fisik seperti ruku' atau sujud.

Haical dan teman-temannya salat dengan menggerakkan matanya sebagai pengganti gerakan fisik.

Akhirnya pada Rabu (1/10/2025), Haical ditemukan petugas dalam keadaan masih sadar di reruntuhan itu. 

Dokter Amputasi Kaki Haical 

Selama perawatan di rumah sakit, tim dokter memutuskan mengamputasi kaki kiri Haical bekas tertindih reruntuhan.

Direktur Utama RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo, dr. Atok Irawan, mengatakan, pihaknya melakukan proses amputasi kaki kiri Haical pada Jumat (3/9/2025) malam, hingga dini hari tadi.

Baca juga: Ditemukan Potongan Tubuh di Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Korban Meninggal Dunia Jadi 17 Orang

"Sudah (diamputasi) pukul 00.30 WIB baru selesai, kaki kiri di atasnya lutut. Habis Isya (persiapan) terus kita lakukan tindakan itu," kata Atok, ketika dikonfirmasi, Sabtu (4/10/2025).

Atok menyebut, tim dokter sempat menjelaskan dulu alasannya mengamputasi kaki Haical kepada pihak keluarga.

Kemudian, mereka memahaminya dan merelakan tindakan itu dilakukan.

"Keluarga kita jelaskan, ini kalau enggak segera dilakukan amputasi mengancam jiwa, kemudian juga kita berkejaran dengan infeksi yang semakin meluas. Ya, akhirnya berkenan," ucapnya.

Sedangkan, kata Atok, kondisi Haical memburuk sebelum menjalani proses amputasi tersebut.

Organ dalamnya mengalami gangguan akibat luka yang ada di kakinya itu.

"Diamputasi supaya enggak terjadi infeksi sistemik, karena ada mulai ada gangguan faal ginjal, gangguan faal hati. Leukositnya sangat tinggi 20.000, normalnya kan 10.000," jelas Atok. 

Baca juga: Proses Identifikasi Jenazah Korban Ambruknya Gedung Ponpes Al-Khoziny Terkendala,

Total korban akibat bangunan runtuh di Pondok Pesantren itu ada sekira 167 orang.

Dari jumlah itu, yang yang telah ditemukan ada 121 orang dengan rincian 104 korban selamat dan dua korban pulang ke rumah.

Sementara korban meninggal dunia 17 orang (1 body part), tapi baru 5 korban yang teridentifikasi.

Sementara korban yang belum ditemukan diperkirakan masih ada 46 orang.

Peringatan Keras Lemahnya Budaya Konstruksi Aman di Indonesia

Tragedi ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny bukan hanya peristiwa duka yang menelan korban, melainkan juga sebuah peringatan keras mengenai lemahnya budaya konstruksi aman di Indonesia.

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Sudjatmiko mengatakan, dalam perspektif teknik sipil, sebuah bangunan seharusnya tidak runtuh secara tiba-tiba jika sejak awal perencanaan, perancangan, hingga pelaksanaan pembangunan mengikuti prinsip-prinsip standar yang telah ditetapkan.

"Kejadian ini menjadi pelajaran bahwa tidak boleh lagi ada nyawa melayang akibat pembangunan yang dilakukan tanpa perencanaan memadai," ujar Sudjatmiko dalam keterangannya dikutip Sabtu (4/10/2025).

Sehingga, pria berlatar belakang Sarjana Teknik ini mendorong adanya perbaikan dan perubahan nyata dalam praktik pembangunan ponpes di Indonesia.

Baca juga: Berharap Evakuasi Korban Bangunan Roboh di Ponpes Al Khoziny Tuntas Malam ini, Gunakan 2 Cara

Pria yang berpengalaman di bidang konstruksi itu juga menjelaskan, ambruknya bangunan sering kali buru-buru dilabeli sebagai "takdir" atau "musibah alamiah".

Padahal, pada banyak kasus, termasuk di pesantren, penyebab utamanya justru terletak pada kegagalan konstruksi.

Menurut Sudjatmiko, dalam disiplin teknik sipil, kegagalan struktur tidak pernah terjadi begitu saja. 

Ada yang disebut faktor keamanan (safety factor) dalam setiap desain.

Bahkan jika material lebih lemah atau beban lebih berat dari perkiraan, seharusnya bangunan masih mampu menahan beban hingga batas tertentu.

Ambruknya gedung secara mendadak menandakan adanya kesalahan serius sejak tahap awal pembangunan, baik itu perhitungan, pemilihan material, maupun eksekusi di lapangan.

Baca juga: Kisah Heroik Dokter Aaron, Lakukan Amputasi dan Evakuasi Korban di Reruntuhan Ponpes Al-Khoziny 

Selain itu, lembaga pendidikan atau keagamaan seperti Ponpes memiliki beban sosial yang besar. 

Ratusan santri menempati asrama, masjid, dan ruang belajar dalam satu kawasan.

"Artinya, setiap kesalahan teknis bukan hanya soal bangunan roboh, melainkan juga soal nyawa manusia yang dipertaruhkan," tegasnya.

Lanjut Sudajtmiko, tragedi di Ponpes Al Khoziny harus menjadi pelajaran penting bagi ratusan Ponpes lain di Indonesia yang sedang atau akan membangun fasilitas baru.

(Kompas.com/Kompas.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved