Breaking News

Kota Malang

Regulasi Ketinggalan Zaman, LSF Dorong Revisi Aturan Sensor Film di Indonesia

Widayat S Noeswa menegaskan bahwa regulasi perfilman dan penyiaran di Indonesia saat ini sudah tertinggal jauh dari perkembangan industri.

SURYAMALANG.COM/Rifky Edgar
PERFILMAN - Ketua Subkomisi Dialog Lembaga Sensor Film (LSF) Widayat S Noeswa saat memberikan bimbingan teknis kepada pelaku perfilman di Malang Raya dalam sebuah kegiatan di Hotel Harris Kota Malang, Selasa (18/11/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Ketua Subkomisi Dialog LSF, Widayat S Noeswa, menegaskan bahwa regulasi perfilman dan penyiaran di Indonesia saat ini sudah tertinggal jauh dari perkembangan industri
  • Aturan yang menjadi dasar kerja LSF, yakni UU Perfilman dan sejumlah peraturan teknis, dinilai tidak lagi mampu menjawab tantangan baru, terutama di era platform digital dan layanan over the top (OTT) atau streaming

SURYAMALANG.COM, MALANG - Ketua Subkomisi Dialog Lembaga Sensor Film (LSF), Widayat S Noeswa, menegaskan bahwa regulasi perfilman dan penyiaran di Indonesia saat ini sudah tertinggal jauh dari perkembangan industri.

Aturan yang menjadi dasar kerja LSF, yakni UU Perfilman dan sejumlah peraturan teknis, dinilai tidak lagi mampu menjawab tantangan baru, terutama di era platform digital dan layanan over the top (OTT) atau streaming.

"LSF bekerja berdasarkan Undang-Undang Perfilman Nomor 33 serta PP Nomor 18 Tahun 2018."

"Tapi secara nyata, regulasi ini sudah tidak memadai untuk menghadapi perkembangan industri film dan digital," kata Widayat disela-sela kegiatan LSF di Kota Malang, Selasa (18/11/2025).

LSF menyoroti sejumlah aspek sensitif dalam proses sensor.

Di antaranya narkoba, kekerasan, pornografi, serta penistaan terhadap hak asasi manusia dan simbol negara.

Untuk mengatur batasan konten tersebut, LSF menerapkan tiga klasifikasi usia penonton, yakni 13 tahun, 17 tahun, dan 21 tahun.

Untuk usia 13 tahun, konten harus edukatif dan tidak boleh mengandung kekerasan atau pornografi.

Pada usia 17 tahun, batasan lebih longgar, namun adegan seksual tetap dibatasi pada bentuk simbolis.

Untuk 21 tahun, konten boleh menampilkan adegan dewasa tetapi tidak boleh bersifat vulgar ataupun eksploitatif.

"Bukan berarti unsur dewasa itu dilarang total. Yang penting adalah proporsinya, konteksnya, dan adanya koreksi moral," jelasnya.

Pada kesempatan itu, Widayat mengungkapkan adanya persoalan serius di ranah penyiaran televisi.

LSF dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggunakan klasifikasi usia berbeda, sehingga memunculkan benturan dalam jam tayang.

Klasifikasi LSF mulai dari Semua Umur (SU), 13+, 17+ dan 21+. Sedangkan Klasifikasi KPI, 7+, 13+ dan 18+.

"Karena perbedaan ini, sempat muncul kasus di Jawa Timur."

Sumber: Surya Malang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved