HENTIKAN Gaji dan Tunjangan Sahroni Cs Tembus Rp230 Juta per-Bulan, MKD-Partai Ajukan Permintaan

Hentikan gaji dan tunjangan anggota DPR RI Sahroni Cs tembus Rp230 juta per-bulan, MKD dan partai kompak mengajukan permintaan.

|
Instagram @ahmadsahroni88/@king_uyakuya/@ekopatriosuper
STATUS DPR RI - Kolase foto tiga anggota DPR RI, Ahmad Sahroni (KANAN), Uya Kuya (KIRI) dan Eko Patrio (TENGAH). Mereka adalah anggota dewan yang rumahnya dijarah massa dalam gelombang aksi demo yang berlangsung pada Sabtu (30/8/2025). Mereka dinonaktifkan dari partai tapi ternyata masih terima gaji dan tunjangan. 

SURYAMALANG.COM, - Permintaan untuk menghentikan gaji dan tunjangan anggota DPR RI yang telah dinonaktifkan dari partai seperti Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Nafa Urbach, Uya Kuya, Adies Kadir ramai digaungkan. 

Desakan ini dilakukan langsung oleh Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI hingga Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN). 

Gaji dan tunjangan anggota DPR RI yang nilainya bisa tembus Rp230 juta per-bulan itu juga menjadi salah satu sorotan masyarakat di tengah serangkaian demo yang berlangsung selama akhir Agustus 2025 lalu. 

Pakar hukum tata negara sekaligus mantan anggota DPR 2004-2008, Mahfud MD bahkan pernah mendengar gaji anggota DPR sebenarnya tembus miliaran rupiah per-bulan. 

Baca juga: Alasan Sahroni, Uya Kuya, Nafa Urbach, Eko Patrio Masih Terima Gaji dan Tunjangan DPR Meski Nonaktif

Tidak heran ketika mendengar anggota DPR mendapatkan tunjangan rumah Rp50 juta per-bulan, masyarakat semakin geram hingga demo terjadi salah satunya menuntut pembubaran DPR.

Sedangkan lima anggota DPR yang dinonaktifkan oleh partai masing-masing tidak luput dari pernyataan mereka yang dianggap memicu kemarahan publik sebelum demo terjadi. 

Kelima anggota DPR yang dinonaktifkan sebagai berikut:

- Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai Nasional Demokrat (NasDem)

- Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) dari Partai Amanat Nasional (PAN)

- Adies Kadir dari Partai Golkar.

Hentikan Gaji dan Tunjangan 

Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menegaskan pihaknya telah mengirimkan surat kepada Sekretariat Jenderal (Sekjen) DPR.

Surat itu berisi permintaan untuk menghentikan gaji dan tunjangan anggota DPR yang telah dinonaktifkan oleh partai politiknya.

“MKD sudah mengirim surat kepada sekjen DPR untuk menghentikan gaji tunjangan lainnya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan,” kata Nazaruddin kepada wartawan, Rabu (3/9/2025).

Nazaruddin menekankan, langkah ini tidak hanya berlaku bagi lima anggota DPR yang saat ini sudah dinonaktifkan partai, namun juga membuka peluang jumlahnya bisa bertambah.

“Ya kita nggak nyebutkan 5 ya, bisa jadi bertambah nanti ya. Pokoknya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan di partai. Kita akan melakukan pendalaman-pendalaman lagi siapa lagi yang bakal kita panggil,” ujarnya.

Baca juga: SEGINI Gaji dan Tunjangan DPR yang Jadi Pemicu Demo Besar-besaran di Jakarta dan Sejumlah Daerah

Menurut Nazaruddin, MKD akan menunggu perkembangan lebih lanjut dari partai politik terkait siapa saja kadernya yang dinonaktifkan, sebelum ditindaklanjuti di DPR.

Nazaruddin menjelaskan, mekanisme pemberitahuan berawal dari partai politik yang menyampaikan keputusan ke pimpinan DPR dengan tembusan ke MKD.

Dari situ, MKD kemudian berwenang mengambil langkah administratif.

“Dari partai tentu saja ke pimpinan DPR dengan tembusan ke MKD sudah pasti. Nah hari ini MKD menyurati kesekjenan untuk menghentikan sementara gaji dan tunjangan lainnya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan,” ungkapnya.

Meski surat sudah dilayangkan, Nazaruddin menekankan keputusan penghentian gaji tetap harus melewati mekanisme sidang MKD.

“Nanti kita lihat, nanti kita sidang, kan harus semua diputuskan lewat sidang. Makanya kita nggak bicara ininya, kita bicara gaji kita hentikan. Kita minta kepada sekjen untuk dihentikan gajinya,” pungkasnya.

PAN Juga Ajukan Permintaan

Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR juga resmi mengajukan permintaan ke Sekretariat Jenderal DPR untuk tidak memberikan gaji dan tunjangan kepada Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dan Satria Utama atau Uya Kuya. 

"Fraksi PAN sudah meminta agar hak berupa gaji, tunjangan, dan fasilitas lain yang melekat pada jabatan anggota DPR RI dengan status non-aktif dihentikan selama status tersebut berlaku," ujar Ketua Fraksi PAN DPR Putri Zulkifli Hasan dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).

Fraksi PAN, kata Putri, mengambil langkah tersebut untuk menjaga muruah parlemen yang tengah dikritik publik.

Baca juga: Siapa Riza Chalid Raja Minyak Indonesia Diduga Jadi Aktor Rusuhnya Demo? Prabowo Sebut-sebut Mafia

Selain meminta kepada Sekretariat Jenderal DPR, permintaan untuk tidak memberikan gaji dan tunjangan kepada Eko Patrio dan Uya Kuya juga ditujukan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Fraksi PAN, kata Putri, mengambil langkah tersebut untuk menjaga muruah parlemen yang tengah dikritik publik.

Selain meminta kepada Sekretariat Jenderal DPR, permintaan untuk tidak memberikan gaji dan tunjangan kepada Eko Patrio dan Uya Kuya juga ditujukan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Langkah tersebut diambil Fraksi PAN demi memastikan penggunaan anggaran negara berjalan sesuai aturan, dengan tetap mengedepankan transparansi.

"Ini merupakan bentuk tanggung jawab Fraksi PAN dalam menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik," ujar Putri.

Gaji Anggota DPR RI

Dalam siniar 'Terus Terang' pada kanal YouTube Mahfud MD Official, Kamis (28/8/2025), Mahfud MD mendengar gaji anggota DPR sebenarnya tembus miliaran rupiah. 

Ketika itu, Mahfud sedang membahas kondisi masyarakat yang sedang susah bahkan ia masih melihat gelandangan yang mengais tempat sampah untuk mencari sisa makanan.

Mengetahui kondisi ini, Mahfud mewajarkan jika DPR dikritik karena menerima gaji dan tunjangan yang besar.

"Jadi benar kalau kemudian DPR banyak dikritik karena tarolah agak hedonis juga kan hidupnya mereka. Jadi kita harus maklumi rakyat," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, gaji atau penghasilan anggota DPR saat ini sudah sangat berlebihan bahkan ia mendengar bukan Rp230 juta per-bulan tapi mencapai miliaran rupiah. 

"Menurut saya kalau memang Rp 230 juta per-bulan, yang saya dengar justru miliaran per bulan. Karena ini (Rp 230 juta) mungkin uang bulanan untuk keluarga, untuk rumah, dan sebagainya, tunjangan. Di luar ini kan ada uang reses," tuturnya.

"Waktu zaman saya itu uang reses 3 bulan sekali sudah Rp 42 juta. Tahun 2004. Dapat lagi uang berkunjung ke konstituen" lanjutnya. 

"Dapat lagi setiap 1 UU, kalau anda membahas UU, 1 UU 1 kepala itu Rp 5 juta. Berapa UU dalam 1 tahun? wah ini kecil banget. Rp 232 juta itu apa? Itu kan yang rutin bulanan" ucap Mahfud.

"Waktu zaman saya ya gajinya resmi memang pada waktu itu Rp 4,8 juta, gaji pokok. Kan ada tunjangan jabatan, istri, rumah, transportasi, dan sebagainya," sambungnya.

Baca juga: DAFTAR KEKAYAAN 4 Anggota DPR RI yang Rumahnya Ludes Dijarah Massa, Termiskin Masih Punya Rp 20 M

Mahfud mengatakan, yang diketahui publik mengenai penghasilan anggota DPR hanya sebatas uang sidang, tunjangan jabatan, dan lain-lain.

Ia meyakini masyarakat tidak tahu kalau ternyata anggota DPR berhak melakukan studi banding ke luar negeri setiap membahas 1 undang-undang.

Mahfud pun mengenang tawaran studi banding ke luar negeri itu ketika dirinya menjadi anggota Pansus UU Pemilu.

Hanya saja, sebelum UU tersebut diundangkan, Mahfud memilih meninggalkan DPR dan pindah menjadi Ketua MK.

Akan tetapi, tawaran studi banding ke luar negeri itu tetap berlaku, meski dirinya sudah pindah ke MK.

"Sesudah saya jadi Ketua MK, datang utusan dari DPR, 'Pak, Bapak milih kunjungan kerja studi banding ke mana?' Tentang apa? 'DPR, Pak, UU Pemilu.' Loh UU-nya kan sudah selesai" terang Mahfud.

"UU selesai, studi banding untuk apa? 'Ini kan hak, Pak.' Saya coret, saya nda mau. Dikasih honor juga saya tidak mau" lanjutnya. 

"Saya sudah pindah di MK sekarang saya bilang. Itu gede uang, uang ke luar negeri itu, dollar. Sudah dapat bisnis, hotel, lalu uang saku, gede juga," papar Mahfud.

Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) membeberkan penghasilan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa mencapai sekitar Rp 230 juta per bulan atau sekitar Rp 2,8 miliar per tahun.

Jumlah ini mencakup gaji pokok, tunjangan, dan fasilitas lain yang melekat pada jabatan.

Menurut data daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) DPR 2023–2025, negara harus menyiapkan Rp 1,6 triliun untuk membayar gaji dan tunjangan 580 anggota DPR sepanjang 2025.

Nilai tersebut meningkat dibandingkan 2023 yang sebesar Rp 1,2 triliun dan 2024 yang sebesar Rp 1,18 triliun.

Jika dibandingkan dengan upah minimum di DKI Jakarta sebesar Rp 5,39 juta per bulan, pendapatan anggota DPR mencapai 42 kali lipat.

Bila dibandingkan dengan upah minimum pekerja di Banjarnegara, Jawa Tengah, yang hanya Rp 2,17 juta per bulan, selisihnya mencapai 105 kali lipat.

“Gaji dan tunjangan anggota DPR jauh melebihi pendapatan rata-rata masyarakat,” kata peneliti Fitra, Bernard Allvitro, dalam media briefing “Anggaran DPR RI: Antara Fungsi Konstitusionalitas dan Kemewahan Personal”, Minggu (24/8/2025).

Gaji pokok anggota DPR ditetapkan sebesar Rp 4,2 juta per bulan, Wakil Ketua Rp 4,62 juta, dan Ketua DPR Rp 5,04 juta.

Di luar gaji pokok, ada sederet tunjangan yang membuat take home pay anggota DPR melonjak, bahkan bisa menembus Rp 100 juta hingga Rp 230 juta per bulan dengan tambahan fasilitas.

(Tribunnews.com/Kompas.com/Kompas.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved