Modus Licik Proyek Whoosh, Dugaan KPK: Harga Tanah Digelapkan, Tanah Negara Dijual Kembali ke Negara

Modus licik proyek Whoosh, dugaan KPK: harga tanah digelapkan, tanah negara dijual kembali ke negara, klaim tidak ada intervensi dari Prabowo.

|
KOMPAS.COM/Bagus Puji Panuntun/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
KORUPSI PROYEK WHOOSH - Eksterior dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KIRI) di Jakarta, Selasa (28/2/2017). Kereta cepat Jakarta Bandung atau kereta cepat Whoosh (KANAN). KPK bongkar modus licik proyek Whoosh, dugaan harga tanah digelapkan, tanah negara dijual kembali ke negara. 

SURYAMALANG.COM, - Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhadap proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) alias Whoosh mengerucut pada proses pembebasan lahan. 

KPK menduga, ada modus licik dari pembebasan lahan untuk Whoosh soal penggelapan harga yakni tanah negara yang dijual kembali kepada negara. 

Pernyataan itu disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Asep awalnya menegaskan fokus penyelidikan KPK bukan pada operasional proyek, tapi pada dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pembebasan lahannya.

Baca juga: Isu Menkeu Purbaya Direshuffle Presiden Prabowo Gegara Utang Whoosh, Netizen Tanya Gerindra

"Yang kami ketahui, ini sedikit mungkin, karena ini masih penyelidikan, materinya itu terkait dengan lahan sebetulnya, jadi bukan masalah prosesnya, terkait dengan pembebasan lahan," kata Asep, Senin (10/11/2025).

Asep menegaskan, operasional kereta cepat dapat terus berjalan. 

Namun, KPK mendalami adanya dugaan oknum yang memanfaatkan proyek strategis nasional ini untuk mengambil keuntungan tidak sah yang harus dikembalikan kepada negara.

Modus korupsi yang didalami, jelas Asep adalah penggelembungan harga tanah jauh di atas harga wajar.

"Misalkan, pengadaan lahan nih, yang harusnya di harga wajarnya 10 lalu dia jadi 100, kan jadi nggak wajar tuh. Nah kembalikan dong, negara kan rugi," jelasnya.

Baca juga: Rencana Prabowo Bayar Utang Whoosh Pakai Sitaan Koruptor, Tifa: Bos Termul Jangan Senang Dulu

Lebih lanjut, Asep mengungkap indikasi serius bahwa ada tanah milik negara yang justru diperjualbelikan kembali kepada negara dalam proses pengadaan lahan untuk proyek Whoosh.

"Jadi kami tidak sedang mempermasalahkan Whoosh itu, tapi kita dengan laporan yang ada ini adalah, ada barang milik negara yang dijual kembali kepada negara, dalam pengadaan tanahnya ini," tegas Asep.

"Tanah-tanah milik negara, seharusnya ini proyek pemerintah proyek negara ya harusnya tidak bayar," tambahnya.

KPK saat ini masih mendalami lokasi spesifik dari dugaan praktik korupsi lahan ini, apakah di kawasan Halim, Tegal Luar Bandung, atau di sepanjang rute.

KPK Klaim Tidak Ada Intervensi dari Prabowo

Penjelasan KPK di atas mengemuka di tengah pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan akan mengambil alih tanggung jawab penuh atas proyek Whoosh, termasuk utangnya.

Prabowo meminta publik tidak meributkan soal untung-rugi.

Menanggapi hal tersebut, pimpinan KPK memastikan proses hukum akan berjalan secara independen.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (6/11/2025) menyatakan, Presiden Prabowo tidak akan mempengaruhi proses hukum yang berjalan dan menepis anggapan adanya intervensi.

"KPK fokus di proses hukumnya terkait dengan pengadaannya, kita fokusnya di situ," kata Budi.

Baca juga: Respons Bupati Ipuk Terkait Rencana Presiden Prabowo Memperpanjang Rute Whoosh Sampai Banyuwangi

Senada, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Kamis (6/11/2025), menjelaskan penyelidikan bertujuan mencari ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum.

"Penyelidikan itu kan untuk mengetahui ada tidaknya suatu perbuatan tindak pidana korupsi. Kalau tidak ada ya selesai," kata Tanak.

Hingga saat ini, KPK memastikan proses penyelidikan masih terus berjalan pada tahap pengumpulan data dan informasi (pulbaket) untuk menemukan setidaknya dua alat bukti yang cukup sebelum menentukan apakah kasus ini dapat dinaikkan ke tahap penyidikan.

Utang Whoosh sampai Pendapat Pengamat

Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) merupakan inisiatif Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mulai digarap pada 2016 dan resmi beroperasi pada Oktober 2023.

Operasional berbayar dimulai pada 17 Oktober 2023, dan masyarakat sudah bisa memesan tiket melalui berbagai kanal.

Nilai investasinya mencapai USD 7,27 miliar atau sekitar Rp118 triliun, menjadikannya salah satu proyek infrastruktur terbesar di Indonesia.

Proyek ini dijalankan melalui skema business-to-business (B2B) antara konsorsium BUMN Indonesia yang dipimpin PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan perusahaan China, yakni China Railway International dan China Railway Engineering Corporation, tanpa menggunakan dana APBN secara langsung.

Baca juga: Jaminan Prabowo Soal Utang Whoosh, Proyek Rp 120 T Setara 5 Burj Khalifa: Saya Tanggung Jawab!

Skema pembiayaan proyek sempat menjadi sorotan publik karena pembengkakan biaya dan utang BUMN yang menyertainya.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, proyek Whoosh lebih condong sebagai keinginan Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi), ketimbang kebutuhan publik dalam skala prioritas. 

Di sisi lain, menurut Djoko, kemampuan keuangan PT KAI yang seharusnya diarahkan untuk mendukung pengembangan transportasi publik, malah kemudian tersedot banyak untuk membayar cicilan utang.

"Pembangunan KCJB adalah keinginan Presiden Joko Widodo, bukan kebutuhan masyarakat, sehingga terjadi pro dan kontra sekarang" kata Djoko dalam keterangannya, dikutip pada Minggu (9/11/2025).

"Apalagi setelah PT KAI mengangsur hutang Rp 2,2 triliun untuk tahun 2025," lanjutnya. 

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini menyebut, Indonesia terutama Pulau Jawa, sebenarnya jauh lebih membutuhkan konektivitas antarmoda, baik perkotaan hingga pedesaan.

Sehingga menurut Djoko, pembangunan kereta cepat dilanjutkan sampai ke Surabaya juga bukan sesuatu yang mendesak dilakukan.

"Pembangunan Kereta Cepat hingga Surabaya sebaiknya dipandang sebagai keinginan, bukan kebutuhan mendesak," jelas Djoko.

"Kebutuhan vital infrastruktur transportasi di Jawa saat ini adalah fokus pada peningkatan angkutan umum perkotaan dan pedesaan, reaktivasi jalur rel, layanan angkutan kota dalam provinsi (AKDP), serta kemantapan jaringan jalan hingga ke pelosok desa," tambahnya.

Baca juga: Efek Setuju Sedikit dengan Jokowi: Purbaya Dituding Rocky Gerung Melunak soal Whoosh Koboi Cengeng

Selain itu,  Djoko berpandangan, pembangunan tak boleh bersifat Jawa sentris.

Di Pulau Jawa, infrastruktur transportasi terbilang jauh lebih maju dibandingkan pulau-pulau lain di Indonesia. 

"Infrastruktur transportasi di Pulau Jawa sudah jauh lebih maju ketimbang di luar Jawa" urainya. 

"Kemajuan infrastruktur transportasi di Pulau Jawa menunjukkan perkembangan yang signifikan di berbagai sektor, terutama dalam konektivitas," ungkap Djoko. 

Djoko mencontohkan, pembangunan jalan tol menjadi salah satu fokus utama.

Terhubungnya jalan tol dari Merak hingga Surabaya, bahkan sekarang sudah mencapai Probolinggo telah memberikan tingkat mobilitas yang cukup tinggi di Pulau Jawa baik pergerakan orang maupun barang.

Waktu tempuh memangkas hingga 50 persen dibanding menggunakan jalan nasional.

Selain itu, meski Pulau Jawa sudah memiliki infrastruktur transportasi yang memadai, namun itu pun tidak saling terkoneksi. 

"Namun, tantangan yang belum teratasi adalah integrasi transportasi di kawasan perkotaan, perdesaan, dan permukiman. Oleh karena itu, percepatan pembenahan transportasi umum menjadi sangat mendesak," kata Djoko.

Baca juga: 4 Fakta Whoosh yang Ditelisik KPK Sejak Awal 2025: Murni Ide Jokowi, Pakar Hampir Jatuh dari Kursi

Djoko melanjutkan, bila memang semangatnya membangunan NKRI, maka seharunya pemerintah memprioritaskan pembangunan transportasi di pulau lainnya.

"Penting untuk diingat bahwa Indonesia adalah negara kepulauan, bukan daratan. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur dan transportasi tidak seharusnya hanya terpusat di Pulau Jawa," beber Djoko.

"Percepatan pembangunan harus beralih dan difokuskan pada wilayah-wilayah di luar Jawa" imbuhnya. 

"Dalam pelaksanaannya, pertimbangan utama haruslah pengembangan wilayah dan prinsip pemerataan, bukan sekadar pendekatan berbasis jumlah populasi," tegasnya.

(Tribunnews.com/Kompas.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved