Malang Raya
Cerita Asmujiono, Pendaki Asal Malang saat Bagi-bagi Pengalaman Pendakian Ke Gunung Everest
Jangan coba-coba menaklukkan alam semesta. Karena, menurutnya yang perlu ditaklukkkan ialah ketakutan yang ada pada diri sendiri.
Penulis: Sany Eka Putri | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Siapa yang tak kenal dengan sosok mantan anggota Kopassus asal Kota Malang. Kopassus Serka (purn) Asmujiono (54), pria yang dikenal karena orang Indonesia pertama yang berhasil mendaki gunung tertinggi di dunia, Everest dengan ketinggian 8850 Mdpl.
Kali ini, dengan menggunakan kacamata hitam, celana loreng-loreng, dengan santai ia memberikan secuil pengalamannya saat detik-detik ia mencapai gunung tertinggi itu dalam Malang Outdoor Show di Taman Krida Budaya, Sabtu (10/9/2016).
Baginya, mendaki itu sesuai pribadi masing-masing pendaki. Bagaimana perjalanan mendaki itu nyaman dan aman, yang menentukan itu ialah setiap pendaki. Mulai dari perlengkapan, mental, serta fisik semua harus disiapkan jauh-jauh hari.
Ketika ia mendaki Gunung Everest pada 26 April 1997, dalam perjalanan menuju Gunung Everest, Asmujiono dikejutkan dengan berbagai macam hal. Seperti ia terjatuh di atas mayat yang ternyata seorang pendaki yang tewas saat perjalanan. Belum lagi ia sama sekali tidak memakai oksigen saat melakukan pendakian setelah tiba di pos Emergency Camp.
“Seharusnya di Emergency Camp itu banyak peralatan untuk melanjutkan ke puncak, seperti tali, oksigen, tetapi itu sama sekali tidak ada. Ya sudah kami satu tim tetap melanjutkan perjalanan menuju puncak dengan perlengkapan yang telah kami bawa dari pos sebelumnya,” tuturnya kepada penonton yang rata-rata ialah pendaki.
Saat itu, ketika melanjutkan perjalanan menuju pendakian ia berada diwaktu yang seharusnya tidak dilakukan pendakian. Atau tidak lazim melakukan pendakian saat itu karena kondisi cuaca. Tetapi Asmujiono berbekal niat dan doa yang terus ia panjatkan, ia tetap menuju puncak.
Begitu sampai di puncak Gunung Everest, Nepal, yang pertama kali ia lakukan ialah membuat pengamanan.
“Saya langsung membuat pengamanan dari tali. Tetapi saat itu karena memakai sarung tangan sulit menggerakkan jari-jari akhirnya saya lepas sarung tangan, begitu juga masker saya. Setelah pengaman itu jadi, saya mencari bendera Indonesia dan topi baret saya. Tak lama kemudian, ada badai yang datang dari arah China. Untung saya buat pengamanan, kalau tidak saya sudah diterjang badai ke arah China,” cerita dia sembari mengingat kejadian beberapa tahun itu.
Tapi sayangnya, lanjut dia, topi baretnya yang ia kenakan saat itu harus hilang karena badai.
Pria kelahiran 1 September ini, seolah tak bisa melupakan pengalamannya saat berada di peuncak tertinggi di dunia. Meskipun ia sudah pension dari keanggotaan Kopassus, ia mengatakan, apabila ada yang mengajaknya untuk mendaki, ia tidak akan menolak.
Asmujiono juga dengan terbuka dengan kawan-kawan pendaki untuk sharing pengalaman seputar pendakian. Saat itu ia mendaki bersama Tim Kopassus. Dari dua kawannya, yakni Misirin dan Iwan Setiawan, hanya Asmujiono yang mampu mencapai puncak.
Tak luput juga ia berpesan kepada para pendaki se Indonesia, agar jangan coba-coba menaklukkan alam semesta. Karena, menurutnya yang perlu ditaklukkkan ialah ketakutan yang ada pada diri sendiri.
“Sebelum berangkat saya sudah dapat hadiah rumah. Tapi ukurannya hanya 1x1,2 meter. Ya itu kuburan saya. Benar kata Pak Prabowo saat itu, mendatangi Gunung Everest sama juga mengunjungi makam terbesar di dunia, karena banyak sekali pendaki yang tidak kuat dan kemudian harus meninggal di sana,” pungkas dia.
Seperti yang diketahui, Malang Outdoor Show digelar selama 4 hari hingga Minggu (11/9/2016). Adapun berbagai macam arena outdoor yang bisa dinikmati oleh pecinta kegiatan outdoor. Seperti Wall Climbing, workshop pembuatan boomerang. Kegiatan yang ke empat dan diadakan di Kota Malang ini, menyajikan perlangkapan Outdoor terlengkap serta original.