Sampah untuk Energi Listrik

Pemkot Malang Belum Sosialisasi Program Pengolahan Sampah Energi Listrik

Warga belum mengetahui rencana Kota Malang menjadi daerah percontohan penerapan program Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL).

Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/Purwanto
PENGELOLAAN SAMPAH - Truk pengangkut sampah keluar dari gerbang TPA Supit Urang, Kota Malang, Sabtu (23/8/2025). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menunjuk Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu) menjadi daerah pertama di Indonesia yang akan menerapkan program Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL). 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Warga belum mengetahui rencana Kota Malang menjadi daerah percontohan penerapan program Pengelolaan Sampah Energi Listrik (PSEL). Bahkan warga Kelurahan Mulyorejo yang dekat dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supit Urang pun belum mengetahui rencana program tersebut.

Ketua RT 10 Kelurahan Mulyorejo, Nuralim mengaku belum mendapat sosialisasi terkait rencana pembangunan PSEL tersebut. "Kalau ketua RW belum menyampaikan sesuai ke seluruh ketua RT, berarti memang masih belum ada sosialisasi. Biasanya kalau ada sesuatu, ketua RW langsung woro-woro dan mengumpulkan semua ketua RT," ujar Nuralim kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (24/8).

Nuralim menduga pembangunan PSEL masih dalam tahap rencana, dan belum terealisasi dalam waktu dekat. Kemungkinan Pemkot Malang baru sosialisasi kepada warga sekitar setelah rencana tersebut matang. "Saya juga tidak tahu apa itu PSEL, bagaimana cara , dan apa dampaknya ke warga," tambahnya.

Menurutnya, total ada 33 rumah dengan 45 Kepala Keluarga (KK) di RT 10. Biasanya satu KK terdiri antara 4 sampai 5 orang. "Saya tidak tahu pasti jumlah total warganya. Tapi satu KK terdiri dari empat orang, dikalikan 45 KK, berarti ada 180 orang di RT 10," terangnya.

Mayoritas warga RT 10 bekerja sebagai tukang bangunan dan menjadi pemulung di TPA Supit Urang. Menurutnya, para pemulung ini bertugas memilah sampah, kemudian dijual ke pengepul.

"Sudah ada pengepul di dalam TPA Supit Urang. Jadi, pemulung itu berangkat kerja tidak membawa apa-apa dan pulangnya bawa uang, karena sampah yang dipilah langsung dijual sekalian ke pengepul," imbuhnya.

Nuralim mengakui bau menyengat dari sampah di TPA Supit Urang sering masuk ke pemukiman warga. Masyarakat menganggap bau yang menyengat tersebut merupakan hal yang wajar, karena wilayah tersebut hanya berjarak sekitar 500 meter dari lokasi pembuangan sampah terbesar di Kota Malang itu.

Biasanya bau menyengat dari sampah muncul pada pagi dan sore. Saat musim hujan, baunya lebih parah karena bau sampahnya lebih sering tercium. "Namun ini bukan menjadi persoalan yang mengganggu. Justru dengan adanya TPA Supit Urang ini bisa mengatasi pengganguran di wilayah kami, beberapa warga kami bekerja sebagai pemulung," imbuhnya.

Sebenarnya Kota Malang memiliki Surat Edaran (SE) Wali Kota Malang nomor 8/2021 tentang Pengurangan Sampah Plastik. Dalam aturan tersebut, pusat perbelanjaan, hotel, perkantoran, sampai pelaku usaha retail wajib beralih dari kantong plastik ke wadah ramah lingkungan.

Namun, penerapan aturan tersebut belum optimal. Masih banyak pelaku usaha yang menggunakan kantong plastik. Sesuai data DLH Kota Malang, plastik menyumbang 16 persen dari total timbulan sampah. Sampah plastik menempati urutan kedua setelah sampah sisa makanan yang mencapai 58 persen.

"Kami akan mengintensifkan sosialisasi lagi agar pelaku usaha benar-benar meninggalkan tas kresek dan beralih ke tas yang lebih ramah lingkungan," ujar Gamaliel Raymond, Plh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang.(Kukuh Kurniawan/Benni Indo)

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved