Malang Raya

Komentar Perhutani Malang Soal Warga Bisa Miliki Lahan

Perhutani sudah memiliki kriteria dan klasifikasi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Ada empat klasifikasi A-D disesuaikan dengan kondisi

SURYAMALANG.COM/Sylvianita Widyawati
Dadan Hamdan, Wakil Adm Perhutani Malang Barat 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Perhutani melihat peraturan bersama (PB) empat menteri dimana warga bisa memiliki lahan masih belum detil petunjuknya.

PB itu dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan, Menteri PU, Menteri Tata Ruang dan Pertanahan Nasional serta Mendagri pada 17 Oktober 2014. Sebab saat ini juklaknya masih sebatas pembentukan tim IP4T (Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah) di tingkat provinsi dan daerah.

"Juklaknya masih inventarisasi saja dengan dibentuknya tim IP4T," jelas Dadan Hamdan, Wakil Adm Perhutani wilayah Malang Barat kepada SURYAMALANG.COM, Selasa (4/8/2015).

PB empat menteri itu tentang tata cara penyelesaian penguasaan tanah yang berada di kawasan hutan. Menurut Dadan, tidak semua masyarakat yang tinggal di kawasan hutan ingin memiliki.

"Mereka masih mengakui itu kawasan hutan. Namun ada juga yang memang ingin memiliki dan menjadikan hak pribadi," ujar Dadan.

Perhutani sudah memiliki kriteria dan klasifikasi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Ada empat klasifikasi A-D disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya.

Menurut Dadan, final hasil inventarisasi itu tetap ada di Kementrian Kehutanan. Sementara proses pelepasan pakem kawasan hutan setahunya ada dua hal yaitu pinjam pakai dengan kompensasi dan tukar menukar kawasan.

"Untuk tukar menukar kawasan dilihat dulu kepentingannya. Kalau pemerintah ya 1:1. Kalau swasta 1:2," katanya.

Menurutnya, soal regulasi itu menjadi haknya pemerintah. Sebab Perhutani hanya mengelolanya. Meski idealnya, lahan hutan berkurang. Apalagi di Pulau Jawa, lahan hutan sudah berkurang.

"Hutan itu buat penyeimbang ekosistem," kata pria yang juga jadi Kordinator Keamanan Perum Perhutani Malang ini.

Katanya, luas lahan hutan di Jawa tinggal 22 persen dan harus dijaga. Terutama untuk hutan lindung dan konservasi tidak boleh dilepaskan. Berbeda dengan hutan produksi. Dari 90.000 hektare lahan yang dikelola Perhutani, sebanyak 4000 hektare dikuasai masyarakat di Malang Raya. Dari luasan lahan itu, sebanyak 45 persen merupakan hutan lindung dan 55 persen hutan produksi.

"Terbanyak di wilayah Dampit dan sekitarnya," katanya.

Menurutnya, jika masyarakat ikut mengelola hutan tidak apa, namun jangan disertifikatkan karena itu tanah negara. Dadan mencontohkan pihaknya sedang menyelesaikan masalah di Desa Sonowangi, Kecamatan Ampelgading. Disana sudah ada 28 sertifikat hak milik yang dikuasai warga.

"Keyakinan kita itu kawasan hutan. Tapi banyak patok-patok yang sudah hilang. Sehingga kita sepakat untuk mengukur ulang. Apakah tanah yang ada sertifikatnya itu lahan hutan, separuh hutan atau tanah desa," katanya.

28 sertifikat SHM itu kini ditangan pemdes setempat.

"Kita memperjelas dulu..ukur batas dulu. Jika kawasan hutan, maka akan merevisi SHM itu," katanya.

Kesuksesan itu nanti jika bisa menyelesaikan masalah di desa itu akan dicoba di kawasan lain. "Ini akan jadi pilot project," jawab dia.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved