Pembunuhan Sadis Lumajang
Lambung Tosan Rusak Karena Dikeroyok 20 Orang dan Dilindas Motor
Ati juga mendengar informasi kalau suaminya dilindas pelaku yang mengendarai sepeda motor berkali-kali di tengah lapangan desa.
Penulis: Adrianus Adhi | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Tosan (48), salah satu anggota Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir yang menjadi korban pengeroyokan pada Sabtu (26/9/2015) pagi, kini di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA), Malang.
Dia baru saja menjalani operasi pengangkatan lambung.
Ditemui SURYAMALANG.COM, Senin (28/9/2015) sore, warga Dusun Krajan Dua RT56/RW19, Desa Selo Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang ini masih terbaring lemah di kasur. Bicaranya masih terbata, infus masih terpasang di tangan, dan perban di kepalanya juga masih belum dilepas.
Tak ada pembicaraan apapun dengan Tosan saat itu. Istri Tosan, Ati Hariyati (44) juga meminta agar suaminya tak diganggu sementara waktu.
“Kondisinya masih belum pulih,” kata Ati.
Ati menjelaskan pada SURYAMALANG.COM, peristiwa yang dialami Tosan di depan rumahnya berakibat fatal pada kondisi kesehatan suaminya. Kulit Kepala Tosan berdarah dan harus dijahit, lambung suaminya menjadi rusak dan harus diangkat, serta suaminya juga sempat pingsan selama lebih dari empat jam.
Tosan juga harus dirujuk ke tiga rumah sakit sebelum dirawat di RSSA pada Minggu (27/9/2015) pagi karena pengeroyokan itu. Pertama kali dibawa ke puskesmas setempat, lalu dibawa lagi ke rumah sakit Bhayangkara, lalu dipindah ke rumah sakit Lumajang, lalu dirujuk ke RSSA.
Sekilas, Ati tampak tegar. Tak ada satupun air mata yang menetes di pipi. Meski demikian, ia tak memungkiri bahwa hatinya tak tega melihat kondisi suaminya saat ini.
“Saya berharap polisi bisa mengusut tuntas kasus ini,” tambahnya.
Sekadar diketahui, Tosan menjadi salah satu korban pengeroyokan lantaran menolak tambang pasir illegal di desanya. Aktivitas penolakan ini dilakukan pria yang bekerja sebagai petani sejak setahun lalu.
Ati bahkan masih ingat dan melihat sendiri bahwa suaminya dipukuli oleh lebih dari 20 orang di depan rumahnya pada Sabtu pagi. Saat itu suaminya dipukuli bertubi-tubi dengan berbagai benda keras seperti cangkul, besi, kayu, bahkan batu hingga berdarah-darah.
“Kejadiannya sekitar jam setengah tujuh pagi. Awalnya bapak sedang di halaman rumah, lalu datang rombongan memukuli bapak. Saya saat itu di di dapur, lalu lari ke depan rumah untuk melerai,” aku Ati.
Di sini, Ati mencoba melerai dengan mencakar tubuh pelaku, atau menahan cangkul, serta besi yang dipergunakan untuk memukul tubuh Tosan. Upaya ini berbuah karena Tosan kemudian berhasil kabur ke lapangan dekat rumahnya.
Meski demikian, pengeroyok Tosan tak tinggal diam. Tosan tetap dikejar, lalu dipukuli sampai pingsan. Ati juga mendengar informasi kalau suaminya dilindas pelaku yang mengendarai sepeda motor berkali-kali di tengah lapangan desa.
“Saat saya ke sana suami saya sudah pingsan. Sudah dikira mati, kalau tidak begitu suami saya pasti masih dipukuli lagi,” katanya.
Menurut Ati, suaminya baru sadar ketika pagi hari, saat tubuhnya dirujuk ke RSSA. Di sini, suaminya berpesan agar perjuangan penghentian tambang pasir illegal di sana harus dilanjutkan. Setelah itu tak ada pembicaraan apapun antara Ati dan suaminya.
Ati lebih memilih agar suaminya beristirahat supaya segera pulih.
Di rumah sakit ini, Ati tidak sendiri. Dia bersama Abdul Rosyid (36), aktivis yang juga tergabung bersama suami Ati di Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir. Mereka yang menjaga Ati sampai sekarang ini.
Rosyid menambahkan, Tosan dan anggota forum merencanakan untuk melakukan demonstrasi pada Sabtu. Rencana itu ternyata tercium oleh kelompok yang pro dengan tambang, lalu terjadilah peristiwa maut pada Sabtu pagi.
Peristiwa semacam ini, juga bukan kali pertama. Menurut Rosyid, Tosan dan Ati juga pernah didatangi oleh kelompok yang pro dengan tambang pasir pada awal September ini. Saat itu kelompok ini juga mengancam akan membunuh mereka berdua jika tetap menolak tambang.
“Kasus ini sudah kami laporkan ke Polres (Lumajang),” katanya.
Oleh karena itu, mereka tidak gentar. Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir tetap melawan penambangan pasir illegal karena mengancam sumber daya alam di desa.
Selain itu, kelompok ini juga resah lantaran aktivitas tambang di desa mereka selalu 24 jam.
“Kami meminta agar aktivitas illegal itu berhenti,” tambahnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/suryamalang/foto/bank/originals/korban-lumajang_20150928_202324.jpg)