Ramadan 2016
Kisah Mahasiswi Thailand Bisa Jalani Puasa dan Tarawih di Malang
Ia melaksanakan sahur dan buka sebagaimana umat muslim lainnya. Menu sahurnya ia menyebut nasi dan omelet.
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: fatkhulalami
Namun ia merasa kurang pedas.
"Di sini, orangnya tidak suka pedas (spicy), ya?" tutur mahasiswa Thai Study ini.
Masakan khas Thailand menurutnya biasanya asam dan spicy.
Sementara itu Parkee Keereerat atau biasa dipanggil Karno menyatakan meski beragama Budha, ia mengetahui bagaimana rasanya orang puasa.
"Saya tahu teman-teman di sini bangun pagi buat sahur. Makanya saya tahu rasanya puasa," kata Karno sambil mengelus perut gendutnya.
Ia merasa, selama tinggal di Malang, bobotnya makin bertambah gendut. Sebab setiap malam ia doyan makan.
"Saya suka bakso. Rasanya enak," tutur mahasiswa berusia 21 tahun ini.
Sate juga disukai.
Ia berharap suatu hari bisa ke Malang lagi.
"Saya sudah pernah ke Aceh dan Sumatera," kata dia. Jadi Indonesia bukan hal asing. Karno di acara itu juga didapuk memberi kesan-kesan tentang wisata Kota Malang dalam Bahasa Indonesia saat acara penutupan.
Ia menyatakan, suka taman dan pemandangan serta arsitektur Belanda yang di Malang. Hal itu cocok buat turis seperti dirinya. Dalam acara penutupan itu, para mahasiswa bermain karawitan dan nembang namun dalam Bahasa Indonesia.
Juga ada tampilan Tari Topeng Malang dan Tari Cendrawasih dari Bali. Selama di Malang, mereka tinggal di homestay yaitu di rumah karyawan dan dosen Unisma.
Rektor Unisma, Prof Dr Masykuri menyatakan baru pertama kali menerima tamu dari negara lain.
"Dimana mereka mempercayakan mahasiswanya studi bahasa dan budaya ke Unisma," ujar Masykuri.