Malang Raya

Daripada Mogok Massal, Sebaiknya Sopir Angkot Membuat Angkutan Online Tandingan

Aksi tersebut bisa merusak citra para sopir angkutan konvensional di mata konsumen. Sebenarnya aksi tersebut merugikan sopir angkot itu sendiri.

Penulis: Neneng Uswatun Hasanah | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/Neneng Uswatun Hasanah
Radityo Putro MM 

SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU – Sopir angkot di Kota Malang baru mengakhiri aksi mogok massalnya, Kamis (9/3/2017). Para sopir mogok untuk memprotes keberadaan angkutan transportasi online.

Berikut analisis dosen dan pakar Kewirausahaan dan Perilaku Konsumen, Jurusan Manajemen FEB Universitas Brawijaya (UB), Radityo Putro Handrito MM terkait masalah tersebut.

Polemik angkot yang terjadi sekitar seterakhir bukan hal baru. Kejadian ini merupakan siklus pergeseran.

Misalnya, dulu dokar tidak boleh masuk kota karena tidak sesuai pergerakan jalanan. Kali ini, pola yang sama terjadi untuk angkot. Entah apa yang terjadi 10 atau 20 tahun lagi. Bisa saja saat itu angkutan online menjadi sasaran.

Pola yang telah pasti itu tidak bisa disikapi secara parsial. Karena perubahan teknologi tidak bisa dihindari. Tidak bisa dipungkiri bahwa angkutan online sudah selangkah lebih maju.

Bagaimana dengan angkutan konvensional?

Angkutan konvensional sebaiknya tidak terlalu defensif. Memang, mereka berhak demo atau mogok. Namun, aksi tersebut bisa merusak citra para sopir angkutan konvensional di mata konsumen. Sebenarnya aksi tersebut merugikan sopir angkot itu sendiri.

Seandainya ada media atau cara lain untuk menyalurkan unek-unek selain mogok dan demo, pasti mereka melakukan alternatif tersebut. Karena merasa semua jalan buntu, aksi mogoklah yang dilakukan.

Pemerintah juga lambat menyikapi perubahan teknologi yang bergerak cepat. Peraturan dan undang-undang kalah cepat dengan berkembangnya teknologi. Sementara transportasi online sudah muncul sejak 2009. Namun, undang-undangnya belum ada. Padahal sudah banyak contoh solusi dari berbagai negara yang sempat dihadapkan dengan masalah serupa.

Menurut saya, daripada sopir angkot mogok massal yang merugikan diri sendiri dan keluarga, mengapa tidak membuat tandingan angkutan online. Tandingan yang saya maksud bisa diartikan sebagai model bisnis angkutan dengan layanan dan akses yang lebih baik tapi tetap merujuk pada peraturan yang ada. Sehingga pertarungannya fair.

Sebenarnya, angkot memiliki keuntungan lebih di Kota Malang. Karena angkutan massal adalah solusi utama perkotaan. Dengan menilik geografis Kota Malang yang tidak memungkinkan adanya trem atau bis kota, angkot seharunya menjadi penguasa.

Menurut saya, solusi untuk masalah ini adalah memperjelas pengelolaan, trayek, jumlah, dan layanan angkot. Misalnya, angkot menjadi satu manajemen di bawah perusahaan BUMD atau swasta yang menggunakan sistem yang dinaungi dan dilindungi pemerintah.

Sistem halte diberlakukan dengan maksimal. Contohnya waktu yang digunakan satu angkot berhenti di satu halte adalah lima menit. Ada atau tidak ada penumpang, angkot harus bergerak dan tidak berhenti sampai halte berikutnya.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved