Breaking News

Malang Raya

Dosen Unisma Ubah Limbah Kubis Jadi Pestisida Panyakit Layu Daun

Penelitian yang dilakukan dengan hibah dana Dikti sebesar Rp 50 juta per tahun itu akan dilanjutkan dengan meneliti bahan organik lain

Penulis: Neneng Uswatun Hasanah | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/Neneng Uswatun Hasanah
Dosen Universitas Islam Malang, Dr Ir Anis Rosyidah MP peneliti potensi limbah kubis-kubisan untuk mengendalikan penyakit layu daun pada tanaman tomat, Rabu (3/1/2018). 

SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU - Penyakit tular tanah atau yang disebut juga penyakit layu daun pada tanaman berasal dari bakteri yang berada di dalam tanah. Karena membuat daun layu, penyakit ini secara cepat juga menghambat pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil panen 100 persen.

Untuk mengatasi masalah tersebut, dosen Universitas Islam Malang (Unisma), Dr Ir Anis Rosyidah MP meneliti potensi limbah kubis-kubisan untuk mengendalikan penyakit layu daun pada tanaman tomat.

“Limbah tanaman kubis-kubisan, yaitu brokoli, kubis, dan sawi putih memiliki kandungan senyawa biofumigan yang bisa mengendalikan patogen layu daun,” katanya pada SURYAMALANG.COM, Rabu (3/1/2018).

Meski limbah atau sisa hasil panen yang tidak terjual itu terlihat tidak berguna, namun bisa menjadi pestisida yang efektif untuk penyakit layu daun. 

“Limbah kubis-kubisan itu dicacah dan dimasukkan ke dalam media tanam tanaman tomat seminggu sebelum penanaman, dan diberi air. Setelah diberi air akan terjadi hidrolisis dan menguapkan senyawa biofumigan isotiosiana,” lanjut dosen Fakultas Pertanian Unisma itu.

Senyawa biofumigan itu akan menguap selama satu bulan dan bisa mematikan patogen tular tanah yang menyerang tanaman famili Solanaceae, antara lain tomat, kentang, dan cabai.

“Hasilnya, bisa mengurangi penyakit layu daun sebesar 60 persen di tempat penelitian di kawasan Bumiaji. Setelah tanaman dipanen, limbah kubis yang berada di dalam tanah itu menjadi pupuk hijau untuk menambah kesuburan tanah,” tutur kepala laboratorium Agroteknologi itu.

Penelitian yang dilakukan dengan hibah dana Dikti sebesar Rp 50 juta per tahun itu akan dilanjutkan dengan meneliti bahan organik lain, yaitu kotoran ayam dan pupuk kalium.

“Nantinya akan dikendalikan dengan berbagai macam cara karena sulit jika hanya dengan satu macam cara saja. Sebaiknya juga petani melakukan rotasi tanaman di lahan mereka, dan bukan hanya dengan satu famili tanaman yang sama untuk menghindari patogen tular tanah,” tutupnya.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved