Malang Raya
'Anak Sersan Jadi Panglima', Riwayat Marsekal Hadi Tjahjanto dari Lawang, Malang
ANAK SERSAN JADI PANGLIMA. Buku ini ditulis mantan jurnalis yang juga teman SMA Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: yuli
"Bagi seorang jurnalis, menulis kisah maupun sosok tentang Panglima, atau calon Panglima itu menarik. Sosoknya renyah dan menarik untuk ditulis. Jadi saya kira, market (pasar) akan menerimanya," imbuh Eddy.
Karenanya buku itu ditulis dengan gaya tulisan di media, ringan tetapi penuh penggambaran.
Eddy melengkapinya dengan penggalian dan riset ke lokasi yang pernah ditinggali dan disinggahi Hadi. Sejumlah narasumber penting diwawancarai, termasuk narasumber kunci, sang panglima sendiri, Marsekal Hadi Tjahjanto.
Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini mengerjakan buku Anak Sersan Jadi Panglima selama tiga bulan.
"Saya menulisnya malam hari sampai dini hari karena pagi sampai sore harus bekerja," lanjut Eddy yang kini bekerja di perusahaan non media itu.
Buku yang diluncurkan di Toko Buku Gramedia pada 12 Februari 2018 itu sudah terjual 3.000 eksemplar, dan akan menunggu cetak ulang kedua.
Dan Malang dipilih sebagai kota pertama menjadi lokasi bedah buku tersebut. Sebab Malang, seperti dikatakan Eddy, memiliki nilai sejarah bagi lahirnya buku tersebut, dan bagi orang yang ditulis di buku itu.
"Hadi tumbuh kembang di sini, kami bersekolah di sini. Banyak teman-teman di sini. Hadi juga pernah bertugas di Lanud Abd Saleh. Jadi Malang memiliki nilai historical yang mendalam. Meskipun sebenarnya Panglima tidak ingin kisah hidupnya dibukukan," tegasnya.
Bedah buku tersebut menghadirkan pembicara adik kandung Hadi Tjahjanto, Kolonel Wahyu Tjahjadi dan Wakil Dekan FISIP UB Anang Sujoko, selain Eddy sendiri.
Wahyu menuturkan, sang kakak merupakan sosok yang sederhana.
"Makanya awalnya, kakak saya tidak mau ditulis karena malu. Tidak ingin posisinya nanti dikira untuk cari popularitas. Namun ternyata buku ini memberikan sisi lain. Terutama bisa menjadi motivasi bagi mereka yang berasal dari keluarga yang kondisi seperti kondisi keluarga kami dulu. Ibu kami selalu berpesan, akan ada lebaran setelah puasa," ujar Wahyu.
Karena itu, membaca buku tersebut, kata Wahyu, bukan hanya membaca tentang kisah hidup Panglima yang berasal dari keluarga sederhana.
Namun bagaimana siapapun mereka, meskipun berasal dari keluarga sederhana atau tidak mampu, bisa mewujudkan mimpi untuk menjadi orang yang berguna dan berhasil.
Kirana, salah satu pelajar SMA Negeri Lawang yang ikut dalam bedah buku itu mengaku bangga karena alumni sekolahnya bisa menjadi Panglima TNI.
"Tentunya sangat bangga, dan berharap bisa meniru untuk menjadi orang yang sukses," ujar Kirana.