Jendela Dunia
Kisah Bocah Indonesia yang Gabung ISIS dan Tewas di Suriah, Mampu Bongkar Senapan dalam 32 Detik
Saat usianya 11 tahun, bocah Indonesia ini ingin gabung ISIS. Dia meninggal saat berusia 13 tahun.
SURYAMALANG.COM – Umumnya bocah berusia 11 tahun masih suka bermain dan sekolah.
Tapi tidak dengan Hatf Saiful Rasul.
Saat usianya 11 tahun, dia mengatakan kepada ayahnya bahwa dia ingin meninggalkan sekolah dan pergi ke Suriah untuk memperjuangkan Negara Islam.
Ayahnya adalah seorang militan Islam yang sudah dijatuhi pidana.
Anak laki-laki tersebut mengunjungi ayahnya di penjara keamanan maksimum saat istirahat dari Ibnu Mas'ud, pesantrennya.
( Baca juga : Inikah Isi Chat Angga Wijaya? Jika Benar, Pantas Saja Dewi Perssik Marah Besar Sekarang )
Hal itu dikatakan Syaiful Anam mengungkapkan dalam esai 12.000 kata tentang putra (Hatf Saiful Rasul) dan agamanya yang dipublikasikan secara online.
“Awalnya, saya tidak merespons dan menganggapnya hanya lelucon anak kecil.”
“Tetapi itu menjadi berbeda ketika Hatf menyatakan kesediaannya berulang kali.”
Hatf Saiful Rasul mengatakan kepada ayahnya beberapa teman dan guru dari Ibnu Mas'ud telah pergi untuk memperjuangkan Negara Islam dan menjadi syahid di sana,” tulis Syaiful Anam.
Anam setuju untuk membiarkan Hatf Saiful Rasul pergi.
Dia mencatat dalam esainya bahwa sekolah tersebut dikelola oleh ‘kawan yang berbagi ideologi kita’.
Hatf Saiful Rasul pergi ke Suriah bersama sekelompok kerabat pada 2015.
( Baca juga : Saddam al-Jamal, Pemimpin ISIS Terbrutal yang Bunuh Keluarga Calon Mertua karena Tak Direstui )
Dia bergabung dengan sekelompok pejuang Perancis.
Reuters berbicara dengan tiga pejabat kontra-terorisme di Indonesia yang mengonfirmasi bahwa anak laki-laki tersebut memang pergi ke Suriah.
Hatf Saiful Rasul adalah satu dari sekitar 12 orang dari pesantren Ibnu Mas'ud yang pergi ke Timur Tengah untuk memperjuangkan berdirinya negara Islam selama tahun 2013 dan 2016.
Sedikitnya 18 orang lain terkait sekolah itu telah dihukum atau ditangkap karena rencana dan serangan militan di Indonesia.
Termasuk tiga serangan paling mematikan di Tanah Air dalam 20 bulan terakhir.
Juru bicara Ibnu Mas'ud, Jumadi membantah sekolah tersebut mendukung ISIS atau kelompok Islam militan lainnya, atau mengajarkan interpretasi ekstrim atau ultra-kekerasan terhadap Islam.
Ibnu Mas'ud adalah satu dari sekitar 30.000 pesantren di seluruh Indonesia.
Jumadi mengatakan Hatf belajar di Ibnu Mas'ud.
Tetapi dia tidak tahu tentang kepergian bocah itu ke Suriah.
( Baca juga : Video Pasien di Tulungagung Viral, Rekaman Ini Tunjukkan Layanan Buruk di Puskesmas )
Dia mengaku tidak tahu adanya staf atau siswa yang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, selain tiga guru dan satu siswa yang ditahan di Singapura pada 2016.
Mustanah, mantan mahasiswa yang dideportasi dari Irak pada bulan Agustus, telah mengatakan kepada polisi bahwa beberapa mantan siswa dari Ibnu Mas'ud telah melakukan perjalanan ke Suriah.
Terletak di kaki Gunung Salak, sebuah gunung berapi yang tidak aktif, di desa Sukajaya, 90 km (55 mil) selatan ibu kota Indonesia, Ibnu Mas'ud terdiri dari kompleks ruang kelas, asrama dan ruang salat yang dapat menampung hingga 200 orang siswa dari sekolah dasar sampai SMP.
Menurut polisi dan pejabat pemerintah Indonesia, lembaga itu mendidik siswa dalam Islam dan mata pelajaran lainnya.
Namun beberapa terkait dengan ekstremisme dan bertindak sebagai pusat rekrutmen.
Kala itu, Kamaruddin Amin yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Islam di Kementerian Agama RI, mengatakan Ibnu Mas'ud tidak pernah terdaftar sebagai pesantren.
Bongkar Senapan Dalam 32 Detik
Pesantren memiliki akar yang dalam di Indonesia sejak beberapa abad lalu saat pesantren menjadi bentuk pendidikan utama bagi masyarakat miskin dan pedesaan.
( Baca juga : LIVE STREAMING Temuan Bom di Pintu Tol Gate 7 Sidoarjo Jumat 18 Mei 2018 Siang )
Bahkan ketika sistem pendidikan Indonesia yang dimodernisasi dan sekolah sekuler yang dijalankan pemerintah diperkenalkan, pesantren yang sangat pribadi tetap menjadi penting.
Amin mengatakan kepada Reuters pada bulan Juli bahwa Kemenag sedang mengupayakan kebijakan baru untuk membakukan kurikulum di pesantren dan mengambil alih persetujuan mereka.
Belum ada kebijakan yang diumumkan.
Anam, ayah Hatf Saiful Rasul mengatakan kepada Reuters dalam tulisan tangan untuk menanggapi pertanyaan selama persidangan di Jakarta pada bulan Juli bahwa dia bangga dengan anaknya.
Foto yang dilihat Reuters, yang menurut Anam diambil di Suriah dan diposkan di media sosial oleh Hatf Saiful Rasul, menunjukkan anak laki-laki tersebut sedang makan dengan pria yang lebih tua.
Foto lain memperlihatkan bocah berwajah segar itu memegang senapan AK-47.
( Baca juga : Memilukan, Begini Nasib Budak Seks Tentara ISIS yang Diperkosa secara Brutal 7 Pria setelah Selamat )
“Hatf Saiful Rasul bisa membongkar senapan dalam 32 detik,” tulis Anam.
Dia juga mengeluarkan ‘pistol 9mm, 2 granat tangan, pisau komando dan kompas’.
Anam juga dikabari bahwa Hatf Saiful Rasul selamat dari satu serangan udara, terpental ke udara akibat ledakan tersebut.
Bocah itu hanya mengalami telinga berdarah dan gangguan pendengaran.
Pada tanggal 1 September 2016, dua bulan setelah ulang tahunnya yang ke 13, Hatf Saiful Rasul terkena serangan udara lain.
Tak lama kemudian, ISIS mengumumkan kematian tiga orang Indonesia di dekat kota Jarabulus di Suriah.
“Mujahid kecil yang bahagia sudah meninggal,” tulis Anam dalam esainya.
“Tubuh kecilnya yang compang-camping hancur oleh bom.”
( Baca juga : Sophia Latjuba Putus dengan Ariel Noah, Syahrini Kena Getahnya, Lho Kok Bisa? )
“Saya tidak merasa sedih atau kehilangan, kecuali kesedihan yang terbatas seperti ayah yang ditinggalkan oleh anak tercintanya,” kata Anam kepada Reuters dalam catatan yang dia berikan di persidangan.
“Sebaliknya, saya merasa bahagia karena anak saya telah mencapai kesyahidan, insya Allah.”
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kisah Bocah Asal Bogor yang Tewas di Suriah Bela ISIS.