Nasional
Pasang Surut Hubungan Soeharto dan BJ Habibie, Teman Dekat yang Tak Bertemu Sejak 21 Mei 1998
Sejak peristiwa 21 Mei 1998, BJ Habibie tidak pernah bertemu dengan Soeharto. Padahal sebelumnya dua orang ini sangat dekat.
SURYAMALANG.COM – Soeharto menyerahkan jabatan presiden Indonesia kepada BJ Habibie pada 21 Mei 1998.
Suksesi kekuasaan ini berbuntut panjang pada hubungan Soeharto dan Habibie.
Sebelumnya, Soeharto sangat dekat dengan Habibie.
Tapi sejak peristiwa bersejarah di Istana Negara itu, dikabarkan Soeharto dan BJ Habibi tidak pernah bertemu lagi.
Bahkan sampai meninggal dunia, Soeharto tidak pernah bertemu dengan Habibie lagi.
( Baca juga : Terkenal Kaya Raya, Ternyata Seperti ini Kondisi Rumah Berlapis Emas Roro Fitria Usai Tak Ditinggali )
Berikut ini rangkuman TribunJakarta dari pasang surut hubungan Soeharto dan Habibir yang pernah berpasangan memimpin Indonesia
1. Soeharto Perintahkan Habibie Pulang Pada Umur 38 Tahun
BJ Habibie lama bermukim di Jerman, tempat dia menyelesaikan pendidikan tingginya.
Suatu waktu saat bercerita saat Rapimpas Partai Golkar di JCC 2 tahun lalu, Habibie mengisahkan kepulangannya ke tanah air.
“Saya dipanggil pulang oleh Pak Harto untuk membangun Indonesia. Persisnya 28 Januari 1974 hari Senin pukul 8 malam di Cendana,” kata Habibie.
Habibie diterima Soeharto di kediaman pribadinya.
Saat itu, Soeharto minta Habibie untuk mempersiapkan Indonesia menuju era tinggal landas.
Dia sempat mempertanyakan keinginan Soeharto itu.
Sebab, saat itu Habibie berusia 38 tahun sehingga merasa masih muda untuk diberi tanggungjawab besar.
“Saya bilang masih ada yang lebih senior,” kata Presiden ke-3 RI itu.
( Baca juga : Gak Cuma Kabar Baik, Ini Kabar Buruk Bagi PNS di Tahun 2018 yang Wajib Disimak )
Habibie sempat menolak permintaan Soeharto.
Dia ingin konsentrasi membuat pesawat terbang.
“Saya disuruh membuat industri strategis. Kata Pak Harto, Rudy (panggilan Habibie) kamu boleh buat apa saja di bumi Indonesia, tapi tidak buat revolusi,” katanya.
Habibie memang bukan orang biasa. Dia jenius.
Dia lulus dari Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman, dan mendapat doktor ingenieur (doktor teknik) dengan indeks prestasi summma cumlaude.
Kemudian Habibie muda bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohn atau MBB Hamburg.
Kariernya di sana berkembang pesat sehingga dia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978.
Karena kecerdasan dan prestasinya, Pemerintah Jerman menawari Habibie menjadi warga negara kehormatan.
Namun, Habibie menolak tawaran tersebut.
Dia memilih setia menjadi Warga Negara Indonesia.
( Baca juga : Meninggal Secara Tiba-Tiba, Cucu Aa Gym, buat Ibunya Ghaida Tsurayya Tulis Pesan ini )
“Sekalipun menjadi warga negara Jerman, kalau suatu saat tanah air memanggil, maka Paspor Jerman akan saya robek dan saya akan kembali ke tanah air,” kata Habibie dalam buku, ‘Habibie dan Ainun’.
2. Jelang Lengser, Soeharto Menolak Ditemui Habibie
Tahun 1998, keadaan Indonesia semakin genting.
Mahasiswa terus menyerukan reformasi dan menuntut Soeharto turun.
Sebenarnya saat itu Soeharto tidak berencana mundur.
Dia sudah menyiapkan rencana, termasuk membentuk kabinet.
Namun, langkah Soeharto goyah karena beberapa orang dekatnya justru menyarankan Sang Jenderal menyerahkan mandat.
( Baca juga : Cantiknya Pengantin Perempuan Pemain Madura United Greg Nwokolo, Ternyata Seorang Model )
Ketidaktahuan Habibie mengenai rencana mundur Soeharto tertulis dalam Detik-Detik Menentukan yang ditulis Habibie.
Sebelum kabar tersebut dia peroleh, Soeharto telah menyusun nama- nama menteri di Kabinet Reformasi dan menyusun beberapa agenda pertemuan dengan parlemen.
“Menurut rencana, Presiden didampingi Wakil Presiden akan mengumumkan susunan kabinet pada Kamis, 21 Mei 1998.”
“Selanjutnya para anggota kabinet akan dilantik oleh Presiden Soeharto pada hari Jumat,” ucap Habibie.
Namun, kabinet tersebut tidak pernah jadi.
Sebab, Soeharto mundur dan menyerahkan kekuasaan pada keesokan harinya.
Bahkan Habibie mengaku tidak tahu alasan Soeharto mundur.
Dia juga tidak mendapat penjelasan dari Soeharto.
Karena kaget, Habibie mengunjungi Soeharto di kediamannya di Cendana sebelum dilantik.
Namun, permintaan bertemu itu ditolak mentah-mentah.
( Baca juga : Inikah Isi Chat Angga Wijaya? Jika Benar, Pantas Saja Dewi Perssik Marah Besar Sekarang )
“Saya sangat terkejut, dan minta agar dapat bicara dengan Pak Harto.”
“Tapi, permintaan itu tidak dapat dikabulkan,” ucap Habibie.
3. Setelah Dilantik Jadi Presiden, Soeharto Tetap Menolak Bertemu
Hingga Habibie dilantik sebagai presiden, Soeharto tetap tidak mau bertemu.
Dalam buku Pak Harto The Untold Stories, mantan Kepala Protokol Istana zaman Soeharto, Maftuh Basyuni membeberkan kisah tersebut.
Maftuh kala itu menjadi penyampai pesan dari Habibie di Istana ke Soeharto di Cendana, Jakarta Pusat.
“Sejak Pak Harto berhenti, beberapa kali saya datang ke Cendana untuk menyampaikan permintaan BJ Habibie yang ingin bertemu dengan Pak Harto,” ucap mantan Menteri Agama di era Presiden SBY itu.
Saat ulang tahun Soeharto ke-77 pada 8 Juni 1998, Habibie yang datang dengan membawa bunga dan kartu ucapan selamat, lagi-lagi ditolak Soeharto.
( Baca juga : Terungkap! Ternyata Ada Peran Pria Sidoarjo dalam Kasus Kaki Menyembul dari Makam di Kediri )
Kala itu Sang Jenderal Besar menitipkan pesan kepadanya.
“Basyuni (sapaan Maftuh dari Soeharto), sampaikan ke Pak Habibie, dalam situasi seperti ini tidak elok Pak Habibie bertemu dengan Pak Harto. Nanti ketularan dihujat orang banyak.”
“Biarlah Pak Harto sendiri yang menghadapi hujatan-hujatan itu. Yang lain siap bekerja sebaik-baiknya untuk bangsa dan negara,” pesan Soeharto kepada Maftuh saat itu.
4. Soeharto Hanya Mau Bertemu Secara Batin
Soeharto memang secara khusus pernah menyampaikan larangan bertemu itu.
Dikutip dari Antara, pertemuan terakhir Soeharto dan Habibie terjadi pada 21 Mei 1998, peristiwa saat Soeharto lengser.
“Kamu tidak boleh bertemu saya. Laksanakan tugasmu sebaik mungkin. Saya yakin kamu bisa,” kata Habibie menirukan perkataan Soeharto.
( Baca juga : Namanya Nissa Sabyan, Gadis Pesantren Ini Tak Hanya Punya Suara yang Bikin Adem, Tapi Juga . . . )
Menurut Habibie, Soeharto mengatakan hal itu karena senior yang sangat dihormatinya tersebut menginginkannya melaksanakan tugas sebagai presiden tanpa harus bergantung kepada Soeharto.
“Tetapi saya menuntut untuk bertemu karena ingin minta masukan tentang berbagai masalah pelik yang harus saya hadapi saat bersamaan.”
“Tetapi beliau mengatakan ‘Tidak. Kita bertemu secara batin saja,’” kata bekas Menristek itu.
5. Hanya Berbicara lewat telepon
Habibie juga kesusahan bicara melalui telepon dengan penguasa 32 tahun Orde Baru itu.
“Terakhir saya bicara dengan Pak Harto lewat telepon, ya pada 9 Juni 1998, satu hari setelah beliau ulang tahun,” kenang Habibie.
Kisah hubungan Habibie dan Soeharto memang dibumbui kesedihan.
Betapa tidak, saat Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008, Habibie tidak sempat melayat karena baru saja tiba di Amerika Serikat.
( Baca juga : 6 Kebiasaan Pemicu Kanker Kulit Penyebab Menantu Hatta Rajasa Meninggal, Nomor 4 Sering Dilakukan )
Sebelum peristiwa itu, Habibie dan Ainun sempat menengok Soeharto yang dirawat di RS Pusat Pertamina pada 15 Januari 2008.
Dia langsung terbang ke Jakarta dari Jerman karena mendengar berita Soeharto kritis.
Sayang, saat tiba di RS Pusat Pertamina, Habibie tetap tidak bisa bertemu Soeharto.
“Dokter menjelaskan kenapa Pak Harto tidak bisa didekati. Akhirnya kami berdoa untuk beliau, yang jaraknya sekitar tiga meter. Hanya tiga meter, tetapi (sayang) tidak bisa ketemu,” katanya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Hubungan Soeharto-Habibie: Dulu Dekat, Tolak Bertemu Sejak Lengser dan Percakapan Pendek di Telepon.