Citizen Reporter
Gempa Palu Nyaris Merenggut Nyawa Saya - Kesaksian Mantan Wartawan SURYA (Bagian 2)
Walaupun tidak sempat makan malam, saya tidak merasa lapar sama sekali. Namun sangat kehausan.
Toko ataupun kios yang menjual air mineral juga tidak ada yang buka. Semuanya sedang menyelamatkan diri.
Sekitar pukul 02.00 Wita, kami turun gunung ke arah Stadion Gawalise Palu. Suasananya tetap gelap-gulita.
Setelah berjalan sekitar lima kilometer dengan telanjang kaki, saya menemukan seorang ibu mengerang kesakitan berbaring di pinggir jalan. Sambil menangis, ibu ini mengisahkan kejadian yang baru saja dialaminya. Tutur katanya tidak begitu sempurna karena kesakitan dan trauma berat.
“Kaki saya patah. Saya terjatuh dari motor dihantam gelombang di tengah jalan. Tolong saya pak, carikan anak-anakku,” katanya.
Terus terang, saya tidak bisa berbuat apa-apa, selain menyarankan agar terus berdoa. Saya sendiri saat itu dalam kondisi drop dan sangat kehausan. Semalaman naik gunung dengan telanjang kaki di tengah kegelapan. Belum lagi mata kaki saya sudah mengalami luka-luka.
Tragedi yang menimpa ibu ini sangat memilukan. Ketika gempa terjadi Jumat malam, ia sedang naik sepeda motor di jalan Diponegoro. Karena guncangan gempa cukup kuat, ia terjatuh dan tertindis motornya. Ia mengalami luka-luka.
Ketika sedang berusaha bangun, ibu ini dihantam gelombang tsunami sehingga terseret beberapa meter. Dalam keadaan basah kuyup, ia sempat ditolong seseorang yang membawanya ke tempat yang lebih aman. Di sini dia bertahan hidup tanpa dibantu tenaga medis.
Ibu ini pasrah saja karena bencana malam itu sangat darurat.
Meski terputus-putus, ia menceritakan saat itu dia pergi membeli es batu, sementara tiga anaknya menunggu di tanggul pinggir pantai Talise menjaga jualan mereka.
Ketiga anaknya itu masing-masing berumur 12 tahun, 3 tahun dan 8 bulan. Semuanya perempuan.
Ibu ini mengaku sudah bercerai dengan suaminya. Untuk menyambung hidup bersama tiga anaknya, ia menjual jagung bakar, pisang bakar, dan kopi/teh di sekitar anjungan pantai Talise.
Jika sedang ramai seperti sekarang ini, ia berjualan sampai larut malam.
“Anak saya yang terkecil masih berumur delapan bulan. Tolong carikan saya, pak. Mudah-mudahan mereka semua masih hidup,” kata ibu ini sambil menangis.
Sampai kini belum jelas nasib ketiga anak ini. Yang pasti, sepanjang pantai Talise ratusan korban tewas disapu gelombang tsunami malam itu.
Saat itu pukul 05.00 pagi. Saya dan pak Raimon harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Kami berusaha minta tolong kepada pengemudi mobil atau sepeda motor yang lalu-lalang ke tengah kota, tidak seorang pun yang mau membantu.