Citizen Reporter

Gempa Palu Nyaris Merenggut Nyawa Saya - Kesaksian Mantan Wartawan SURYA (Bagian 2)

Walaupun tidak sempat makan malam, saya tidak merasa lapar sama sekali. Namun sangat kehausan.

Editor: Dyan Rekohadi
Facebook/ Alfred Lande

Sasaran kami adalah ke tengah kota adalah mencari sanak saudara, sekaligus sebagai tumpangan sementara.

Begitu pun ojek sepeda motor yang biasanya berseliweran, saat itu tidak ada yang beroperasi. Ini bisa dipahami karena semua orang berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Kondisi ini diperparah dengan terputusnya jaringan telepon seluler. Komunikasi lumpuh total.

Mobil dinas DN 116 U (plat merah) milik pak Raimon yang kami pakai dari Morut, masih berada di halaman Swiss-Belhotel dalam keadaan rusak parah. Selain terendam air laut akibat gelombang tsunami, mobil Avanza Velos itu peot kiri-kanan terkena benturan saat air laut naik.

Akhirnya, dengan berjalan kaki terseok-seok kami melanjutkan perjalanan menyusuri jalan aspal yang panas.

Siang itu kami sampai di kompleks perumahan Karanjalemba Palu. Di tempat ini kami bertemu keluarga yang tinggal di pengungsian di areal terbuka.

Sepanjang perjalanan itu, kami menyaksikan mayat-mayat yang bergelimpangan. Sebagian besar belum diketahui identitasnya. Suara tangisan tak pernah habis. Reruntuhan bangunan menjadi saksi mata betapa dahsyatnya gempa dan gelombang tsunami yang melanda kota Palu, Kabupaten Donggala, dan sekitarnya ini.

Jika diperhitungkan sejak dari Swiss-Bel Hotel yang berada di pinggiran kota Palu, kami sudah berjalan kaki puluhan kilometer demi menyelamatkan diri dari bencana yang sangat mengerikan itu.

(Alfred Lande- Mantan Redpel Harian SURYA/bersambung)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved