Malang Raya

Kadindik Kota Malang Belum Tahu Jumlah Korban Dugaan Pelecehan di SDN Kauman 3

Kepala Dindik Kota Malang, Zubaidah menyatakan tidak tahu persis jumlah korban dugaan pelecehan oleh guru IM kepada siswa SDN Kauman 3.

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/HAYU YUDHA PRABOWO
Massa aksi dari Aliansi Masyarakat Tolak Kekerasan Seksual melakukan demontrasi di Kantor Dinas Pendidikan Kota Malang, Senin (18/2/2019). 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Malang, Zubaidah menyatakan tidak tahu persis jumlah korban dugaan pelecehan oleh guru IM kepada siswa SDN Kauman 3, Senin (18/2/2019).

Yang ia tahu, yang melaporkan hanya satu orang.

“Saya kurang tahu persis berapa yang jadi korban,” jelas Zubaidah ketika dikonfirmasi wartawan usai aksi demo di Dindik Kota Malang.

Hal ini menanggapi pertanyaan wartawan tentang hasil klarifikasi dengan guru IM oleh dindik. Katanya, mungkin ada orangtua yang isin (malu, red).

Ia menyatakan setelah mencuat informasi kasus itu segera bertindak.

“Saya ya gak diam saja,” akunya.

IM sudah dinonaktifkan jadi guru dan dibina di kantor pengawas.

Sedang untuk kasus hukumnya juga sudah berproses dengan adanya laporan seorang walimurid.

Sedang untuk memecat juga tidak bisa karena ASN ada mekanismenya sesuai PP nomer 23/2010.

Hal itu juga disampaikan Zubaidah pada pendemo dari Aliansi Masyarakat Tolak Kekerasan S3ksual di halaman Dindik Kota Malang.

Pendemo menanyakan PP itu tentang apa.

“Coba dicari google lewat HP PP itu tentang apa. Itu tentang disiplin PNS,” katanya lewat pengeras suara.

Sehingga ia minta agar semua bersabar menunggu prosesnya.

Ia secara pribadi dan kelembagaan juga minta maaf atas kasus itu.

Jika diperlukan pendampingan psikologi pada korban, maka dindik siap.

“Saya juga sudah mengumpulkan kepala sekolah negeri dan swasta. Saya minta agar antar para guru juga saling mengawasi,” ujar Zubaidah.

Misalkan ada indikasi guru nakal, jahil dll. Tegur. Kalau tidak berani, sampaikan ke kasek. Atau sampaikan ke pengawas.

Jika tidak berani menegur, sampaikan ke dinas.

Ia juga mendatangi guru-guru MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang sedang pertemuan untuk menyampaikan hal itu.

Dengan dinon aktifkan IM, maka dijamin bahwa siswa tak lagi mendapat perlakuan itu di sekolah.

Sedang Sri Wahyuningsih, Direktur WCC (Woman Crisis Centre) Malang menyatakan memiliki dua barang bukti untuk kasus itu.

“Biar UPPA Polresta Malang yang minta ke kami," kata dia.

Katanya, jika makin banyak ortu yang melapor, maka makin kuat untuk dilanjutkan kasusnya.

Dikatakan, apa yang terjadi pada siswa bukan kasus asusila bisa. Tapi masuk ranah pencabulan.

Hal itu diatur di KUHP dan UU Perlindungan Anak. Bahkan jika pelakunya guru atau orang-orang yang harusnya melindungi anak, maka hukumannya bisa ditambah 1/3 lagi.

Ia menyampaikan dari korban ada yang sampai rangkap baju 3-4 karena tak ingin mendapatkan kekerasan seksual lagi.

“Jadi masih ada trauma itu,” katanya.

Dalam orasinya, Sri yang berlatar belakang ilmu hukum ini menyatakan ada regulasi baru berupa RUU Penghapusan Kekerasan S3ksual (PKS). Didalamnya ada sembilan macam kekerasan s3ksual.

“Ayo kita dorong DPR RI agar mensahkan RUU PKS ini. Mari teriakkan ke DPR RI, DPRD agar mensahkan ini,” kata Sri yang pensiunan dosen FH UB ini.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved