Malang Raya
Dulu Sampai Belasan Perajin Tempe di Desa Penarukan, Malang, Kini Hanya Tersisa 3 Perajin
Dulu banyak perajin tempe di Desa Panarukan, Kabupaten Malang. Seiring perkembangan, jumlah perajin tempe kian menyusut.
Penulis: Mohammad Erwin | Editor: Zainuddin
Tungku pembakaran pun masih menggunakan kayu untuk mengurangi biaya produksi.
“Didiamkan di air agar kedelainya mengembang, tekturnya tidak gampang hancur, dan memisahkan kulitnya,” terang Satuni.
Selain itu masih ada proses perebusan, sampai pergantian ari selama dua kali.
Setelah itu, kedelai yang sudah direbus, dihancurkan menjadi butiran kecil-kecil.
“Setelah itu semua kedelai dan kacang digelar untuk dibentuk kemudian dikasih ragi.”
“Baru setelahnya dibiarkan selama dua hari. Jadi untuk proses produksi tempe itu memakan waktu empat hari,” tuturnya.
Satuni menjual tempenya per potong dengan harga Rp 2.000.
Sekali produksi, dia bisa menjual seratus potong tempe.
Dia cukup menjual di sekitar Desa Panarukan dan di warung yang sudah berlangganan di dekat Pasar Kepanjen.
Satuni kini masih lega karena harga kedelai masih stabil. Namun ketika harga bahan baku kedelai naik, dia terpaksa memutar otak.
“Kalau saat naik, itu pusing. Saya terpaksa memperkecil ukuran tempe,” tuturnya.