Malang Raya
Asal-usul Nama Desa Kepanjen, Malang, Berawal dari Nama Raden Panji Pulang Jiwo asal Sumenep
Kepanjen, sebuah kecamatan yang berjarak 18 kilometer arah selatan dari pusat Kota Malang.
Penulis: Mohammad Erwin | Editor: yuli
Tak lama kemudian, akhirnya Raden Panji Pulang Jiwo bisa menjadikan Putri Probo Retno sebagai istrinya.
Dari perkawinannya itu, memiliki seorang anak bernama Raden Panji Saputro atau Panji Wulung.
Untuk merayakan kehadiran anaknya, dibuatlah acara hiburan musik Tayub pada saat itu. Saat acara Tayub, Raden Panji Pulang Jiwo meminta lagu Gendong Undur-undur.
Ketika sedang asyik berjoged di atas panggung, Raden Panji Pulang Jiwo yang berjalan mundur, terperosok masuk ke dalam sumur Windu (sumur setan).
Namun tidak mati, hanya mengalami luka saja karena langsung ditolong oleh anak buahnya.
"Karena saat terjatuh menganggap dirinya malang, akhirnya mengatakan kepada Putri Probo Retno, untuk menamakan Kuto Malang (Kota Malang)," jelasnya.
Kemudian, Raden Panji Pulang Jiwo juga menamakan sungai besar yang di Kedungkandang (Jalan Muharto) dengan Kuto Bedah. Yakni sungai yang memisahkan dua wilayah. Sebelah timur sungai dinamakan Buring, dan sebelah barat sungai dinamakan Kuto Malang.
Setelah Kuto Malang dirasa sudah aman, Raden Panji Pulang Jiwo, lantas mengajak Putri Probo Retno berjalan ke selatan menyusuri hutan.
Ketika berhenti di wilayah Kepanjen, Raden Panji Pulang Jiwo berpesan kepada istrinya, ketika nanti dirinya meninggal dunia, meminta supaya tempat yang disinggahinya dinamakan Desa Kepanjian (saat ini menjadi Kepanjen).
Kemudian di sebelah barat rel kereta api (KA) yang kini menjadi Jalan Sultan Agung, dinamakan Sawunggaling.
"Dinamakan Sawunggaling karena saudara Raden Panji Pulang Jiwo, yakni Cakra Ningrat tinggal di wilayah tersebut," ucapnya sembari mengecup segelas kopi.
Sedangkan sebelah timur rel kereta api (KA), diberinama Penarukan. Merupakan empat untuk menaruh barang milik Raden Panji Pulang Jiwo. Dan ke selatan, nama Jalan Panji, karena jalan tersebut dulunya sebagai jalan Raden Panji Pulang Jiwo ketika menuju Keraton Jenggolo (kini menjadi Desa Jenggolo).
"Ketika menuju ke Keraton Jenggolo, Raden Panji Pulang Jiwo selalu menunggangi kuda kesayangannya yang diberinama Panji Sosro," urainya.
Mbah No menambahkan, di Keraton Jenggolo sering terjadi keributan. Yakni antara warga sebelah barat dengan timur.
Raden Panji Pulang Jiwo, yang tidak suka dengan perselisihan meminta untuk berdamai dan hidup rukun.