Malang Raya

Diskusi Membedah Survei dan QC, Otak Atik Data Artinya Menggali Lubang Kubur Sendiri

Quick Count (QC) pemilihan presiden (pilpres) tahun ini cukup heboh dengan perdebatan panjang.

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Zainuddin

Dikatakan untuk mempertanggungjawabkan validasi data, pihaknya cukup ketat dan berlapis.

Untuk mempermudah pelaksanaan di lapangan, 10 responden ditangani satu surveyor.

Di atas surveyor juga ada atasannya serta korlap.

Dikatakan, surveyor yang pas adalah mahasiswa. Ia biasanya memilih yang militan karena tidak mau ada rekayasa data.

Biasanya satu hari, surveyor mencari data di RT RW dan empat harinya ke lapangan kemudian ke klinik untuk validasi data.

Karena itu kadang ada responden yang ditelpon ulang untuk validasi data.

Sedang untuk mendeteksi kredibelitas lembaga survei, yang perlu dilihat adalah kantor dan kapasitas personalnya, metodologinya, organisasi dan track recordnya.

Sedang Wawan Sobari melihat adanya QC menjawab keingintahuan publik akan hasil pemilu.

Hasil data cepat bisa dibandingkan saat akhir penghitungan KPU.

Disebutnya, pada pilres 2014, hasil real count KPU dengan hasil QC LP3S, sebuah lembaga survei hampir sama.

Sementara saat ini penghitungan suara di KPU sudah mencapai 60 persen.

Dikatakan sudah ajeg atau mantap jika sudah mencapai 95 persen.

Sedang Nurjanah, dosen statistik UB mengaku tergugah jadi panelis karena kegaduhan di saat QC pilres.

“Sebab orang percaya angka, data, metodologi. Padahal di metodologi juga banyak lipatan. Jangan mudah percaya angka. Maka keluarkan dulu pikiran subyektifnya,” kata dia.

Maka dari data bisa dikritisi ‘perutnya’. Awalnya dengan melihat populasi.

Jika tak ada populasi, maka akan gampang disalahgunakan datanya.

Saat survei atau melakukan QC, hindari melakukan sampling pada orang-orang yang dikenal.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved