Kabar Surabaya
FPI Tolak Acara Partai Rakyat Demokratik (PRD), Singgung Wawali Surabaya Jadi Pengisi Diskusi
Front Pembela Islam (FPI) Surabaya menentang keras rencana acara perayaan hari ulang tahun Partai Rakyat Demokratik (PRD) di Surabaya.
- mengorganisir rakyat untuk semakin terlibat aktif dalam menentang dan melawan kediktatoran rejim militer Orde Baru.
Di samping itu, Manifesto PRD juga menyinggung-nyinggung masalah korupsi dan kolusi yang menjamur di birokrasi pemerintahan.
Di usia awalnya ini pula, partai ini mulai membela dan mengadvokasi petani-petani pedesaan dalam membela hak atas tanah. Urusan ini, secara umum ditangani oleh Serikat Tani Nasional (STN).
Sementara untuk urusan perburuhan melalui Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI). Mobilisasi massa untuk demonstrasi, yang saat Orde Baru dilarang, pun tak jarang terjadi.
PRD menyelenggarakan berbagai demonstrasi baik yang sifatnya dalam lingkup lokal maupun dilakukan secara serentak di berbagai daerah, sektoral dan multi-sektoral. Kadang kala PRD dalam kegiatannya PRD juga bekerjasama dengan aktivis dari organisasi lain.
Sejak 1997, karena popularitas PRD yang semakin meningkat, dan juga kondisi sosial-ekonomi serta politik yang mulai tidak stabil, pemerintah Orde Baru mulai melakukan penindasan terhadap berbagai gerakan politis yang dianggap subversif, apalagi yang dianggap kiri, dan komunis, termasuk salah satu korbannya adalah PRD.
Reaksi pemerintah Orde Baru
Setelah Peristiwa 27 Juli 1996, pimpinan-pimpinan utama PRD ditangkap dan dipenjarakan. Anggota PRD dan pihak-pihak yang dianggap memiliki kaitan dengan PRD menerima teror dan tekanan.
Tak sedikit dari mereka yang ditahan tanpa alasan yang jelas di markas lembaga ekstrayudisial, Bakorstanasda (Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah). Menjelang runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, 1 orang anggotanya terbunuh, beberapa mengalami penculikan dan hingga sekarang, sebagian diantaranya, termasuk penyair Wiji Thukul, tidak diketahui nasibnya (menjadi bagian dari sekian banyak "Orang Hilang").
Di samping mengadvokasi dan mengorganisasi petani dan buruh, salah satu tindakan PRD yang membuat pemerintah semakin kebakaran jenggot adalah pernyataan dukungan PRD atas hak menentukan nasib sendiri (self determination) di Timor Timur.
Budiman Sudjatmiko sempat berada dalam satu penjara di LP Cipinang dengan Xanana Gusmao, pemimpin gerakan pro-kemerdekaan CNRM (Conselho Nacional de Resistência Maubere) Timor Timur yang kelak menjadi Timor Leste atau Timor Lorosa'e.
Peran PRD dalam Reformasi
Pada akhir 1997 dan awal 1998, peran PRD dalam gelombang Reformasi dan dalam menumbangkan rezim Soeharto juga signifikan. Meski terpaksa berjuang secara bawah tanah, anggotanya membentuk atau menggabungkan diri dalam berbagai komite rakyat dan mahasiswa.
Di tengah krisis ekonomi, gelombang tuntutan demokrasi serta terjadinya Peristiwa Mei 1998, Presiden Suharto kemudian mundur dan menyerahkan tampuk pemerintahan kepada wakilnya B.J. Habibie.
Pada pemilihan umum (pemilu) pertama pasca-Reformasi 1998, PRD yang sebelumnya dinyatakan terlarang oleh Orde Baru, diakui dan turut serta menjadi peserta Pemilu 1999.