Kabar Yogyakarta
Sultan Hamengku Buwono X Heran pada 'Kesaktian' Orang Badui saat Tangkap Ratusan Monyet
Sultan Hamengku Buwono X masih heran pada 'kesaktian' orang-orang suku Badui dari Banten dalam hal menangkap monyet atau kera ekor panjang.
Sultan Hamengkowono X: Di hari pertama nggak tahu caranya bagaimana yang keluar komandannya dulu yang mbeker-mbeker (marah dan berontak) itu. Begitu ditangkap, yang 49 turun aja, dipegang aja gak ada yang mbeker-mbeker (berontak). Yang seratus juga begitu.
SURYAMALANG.COM, YOGYAKARTA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X masih heran pada 'kesaktian' orang-orang suku Badui dari Banten dalam hal menangkap monyet atau kera ekor panjang (Macaca fascicularis).
Hal itu dia ungkapkan saat menerima pengaduan dari perwakilan masyarakat di tiga desa di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Sultan Hamengku Buwono X membuka sesi tanya jawab dengan perwakilan masyarakat dalam kunjungan kerja ke Desa Rejosari Kecamatan Semin.
Seorang perwakilan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Desa Pundungsari, Sudiyono, menceritakan, selama beberapa tahun terakhir warga yang mengelola lahan di pegunungan Desa Pundungsari dan Karangsari hingga beberapa wilayah lainnya tidak bisa menanam tanaman karena hampir setiap hari didatangi monyet ekor panjang.

Saat ini warga hanya menanam pohon keras, seperti jati. Sementara untuk palawija sudah tidak berani.
"Keranya (monyet) menyebar, lalu masyarakat di sekitarnya kesulitan untuk menghalau, banyak lahan yang tidak bisa ditanami karena diserang (monyet) ekor panjang," katanya.
Menurutnya, serangan monyet itu terjadi setiap hari. Warga enggan menanam di gunung-gunung karena diserang. Lanjut Sudiyono, tanaman yang dekat perumahan warga pun dijarah kawanan monyet ekor panjang.
"Serangan bahkan sampai permukiman, tanaman sekitar rumah (monyet) sudah berani," ujarnya. Untuk itu, Sudiyono memberanikan diri melapor ke gubernur DIY agar ada solusi. Harapannya ke depan pegunungan bisa ditumbuhi tanaman palawija dan padi untuk kesejahteraan masyarakat.
"Dulu waktu saya kecil di gunung-gunung itu ditanami palawija," ucapnya.
Menanggapi keluhan warga tersebut, Sultan mengatakan, beberapa tahun yang lalu serangan monyet ekor panjang terjadi besar-besaran di Gunungkidul. Pihaknya berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan untuk menanggulanginya. Lalu Kementerian mendatangkan beberapa orang dari suku Badui.
Saat itu, ia kaget, kenapa orang Badui didatangkan untuk menanggulangi serangan monyet ekor panjang. Saat itu, Sultan pun melihat langsung bagaimana orang Badui menangkap monyet itu.
"Ternyata luar biasa pengalaman yang saya lihat itu. Dia (orang Badui) tahu di Rongkop sini yang bisa ditangkap 50 ekor. Dari 50 ekor, yang 49 itu anak buah, yang satu komandannya," kata Sultan.

"Dari Rongkop pindah ke Paliyan, oh di sini bisa (menangkap) 100 ekor berarti dua komandan. Di hari pertama nggak tahu caranya bagaimana yang keluar komandannya dulu yang mbeker-mbeker (marah dan berontak) itu. Begitu ditangkap, yang 49 turun aja, dipegang aja gak ada yang mbeker-mbeker (berontak). Yang seratus juga begitu," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan terkait penanganan monyet ekor panjang yang sering menyerang Gunungkidul.