Nasional
Mbah Pani di Pati Lakukan Topo Pendem Dikubur Hidup-hidup, Tapi Aneh, Kok Pintu Rumah Ditutup?
Mbah Pani di Pati Lakukan Topo Pendem Dikubur Hidup-hidup, Tapi Aneh, Kok Pintu Rumah Ditutup?
Penulis: Frida Anjani | Editor: Dyan Rekohadi
Adapun ritual kesembilan dilaksanakan pada 2001.
Di antara sembilan ritual tersebut, ada dua ritual yang dilaksanakan di Desa Ketip, Kecamatan Juwana.
"Beberapa waktu setelah ritual ke-9, beliau sempat sakit stroke. Jadi ritual penutup baru bisa dilaksanakan hari ini," ujarnya.
Prosedur pelaksanaan ritual ini, menurut Sutoyo, tidak pernah berubah sejak dulu. Ada kain mori dan perlengkapan penguburan jenazah.
"Tapi tidak diazani. Karena menurut pesan dari Pak Pani, kalau azan itu ritual pelaksanaan orang meninggal dunia," paparnya.
Sutoyo mengungkapkan, bersama seluruh warga Bendar, ia berharap ritual Topo Pendem yang dilakoni Mbah Pani berjalan dengan lancar.
Lubang kubur itu dibuat di dalam rumahnya. Sudah beberapa kali lubang itu digunakan oleh Mbah Pani untuk menjalani Topo Pendem.
Meski ratusan warga ingin menyaksikan prosesi penguburan Mbah Pani, namun hanya keluarga yang diizinkan masuk rumah.
Warga lain menyaksikan dari luar rumah.
Saat digali, kondisi lubang itu berair. Namun segera disedot dikeringkan saat Mbah Pani sudah mengenakan kain kafan.
Sebagaimana proses pemakaman biasa, Mbah Pani juga dikafani dan dimasukkan ke dalam peti.
Ada pipa untuk saluran pernapasan yang menghubungkan Mbah Pani dari dalam kubur ke permukaan tanah.
Ritual Topo Pendem atau nama lainnya Topo Ngeluweng, biasanya dilakukan dengan cara mengubur diri di tanah pekuburan atau tempat yang sangat sepi.
Konon topo ini bertujuan untuk memunculkan penglihatan gaib, katanya setelah melakukan topo ini bisa melihat jin atau arwah-arwah gentayangan.
Topo pendem hampir sama dengan topo ngeluweng atau bahkan ada yang menyamakan ritual tirakat ini biasanya diawali puasa lalu tirakat dengan mengubur diri hidup-hidup dengan diberikan lubang untuk bernafas dari bambu atau pralon.