Ruki Nyalakan Suluh Semangat Belajar Anak yang Terpinggirkan di Kota

Ada juga beberapa orang yang menyumbang secara tidak regular,” kata Iko yang merupakan dosen bahasa Indonesia di UPH Karawaci.

Penulis: Benni Indo | Editor: yuli
DOKUMENTASI IKO BOANGMANALU
Para pengajar dan peserta didik yang meramaikan Ruki. Di tempat inilah suluh semangat belajar itu menyalan pada anak-anak yang terpinggirkan di tengah kota. 

Diceritakan Iko, anak-anak yang mereka ajar sebagian besar pemalu. Mereka tidak berani menunjukkan kepercayaan diri. Dari situ, Iko melihat, selain kendala akademik, juga ada kendala psikologis pada anak-anak ini.

Maka tujuan belajar itu tidak sekadar bagaimana anak-anak pintar secara akademik, namun juga berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran pun dibuat menyenangkan. Gelak canda tawa sesekali muncul saat belajar. Di Ruki juga sering diadakan acara makan bersama.

Intensifnya komunikasi antara pengajar dan peserta didik perlahan membuat anak-anak berani bercerita tentang kehidupan mereka. Dari cerita-cerita itu, terdengar cita-cita hebat dari anak-anak. Iko dan Susan semakin merasa terpanggil untuk membantu mewujudkan cita-cita mereka.

“Mereka ini kan anak-anak yang pemalu dan tidak percaya diri. Mereka dekat dengan hunian eksklusif. Bahkan untuk ke time zone saja mereka tidak pernah ke sana. Mereka melihat saya sebagai bagian dari eksklusifitas itu yang seolah tidak bisa mereka menjangkau,” terangnya.

Namun anggapan itu kini telah berubah. Susan dan Iko sangat dekat dengan anak-anak. Sekat sosial itu sudah tak berjarak lagi. Pembelajaran pun semakin efektif.

Sebagai upaya serius memberikan pengabdian mengajar kepada anak-anak, Iko membuat proposal pengabidan masyarakat di kampusnya. Tak butuh waktu lama, proposal disetujui. UPH kemudian menerjunkan sejumlah mahasiswa untuk bantu mengajar di Ruki.

“Awalnya berdua saja kan, hanya karena makin banyak jadinya aku masukkan proposal ke UPH. Disetujui hanya untuk rekrut mahasiswa agar mengajar di Ruki. Sehari ada Tujuh mahasiswa yang datang mulai Senin sampai Kamis. Setiap hari mahasiswa yang mengajar berbeda-beda,” ujar Iko, alumnus magister Universitas Sebelas Maret (UNS) ini.

Melihat semangat anak-anak yang belajar, Iko pun berharap semangat itu tetap terjaga. Setahun berlalunya Ruki, mulai terlihat perubahan. 

Anak-anak yang dulunya pemalu, kini mulai berani mengekspresikan kemauannya. Di antara mereka juga ada yang menjadi juara kelas. Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya di kelompok anak-anak yang tinggal di perkampungan sempit ini.

Mereka yang dulunya tidak tahu menahu tentang bahasa Inggris, juga mulai mengenal dan mempraktikan bahasa Inggris. Iko mengaku merasa tersentuh sekali ketika ada seorang peserta didik mengucapkan good night kepadanya selepas belajar di Ruki.

“Itu sangat menyentuh saya. Bahagia bisa mendengarkan dia mengucapkan itu ke saya. Tidak ternilai rasa bangganya saya,” kata Iko.

Bagi Iko, Ruki bukanlah miliknya dan Susan. Ruki adalah ikon yang tak terpisahkan dari masyarakat sekitar sebagai simbol pendidikan keluarga. Iko pun mengajak anak-anak dan masyarakat sekitar untuk menumbuhkan rasa memiliki pada Ruki.

“Saya ingin Ruki menjadi bagian dari masyarakat. Ruki bukan punya kak Iko dan kak Susan. Ini milik mereka, kalau mereka tidak di sini, Ruki tidak ada. Saya ingin masyarakat menyadari kalau Ruki milik bersama. Kita jaga bersama,” tutup Iko. 

Tags
Tangerang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved