Malang Raya
Lukisan Cethe Ampas Kopi Sawir Malang Laku dengan Banderol Rp 15 juta, Berkah Berhenti Merokok
Lukisan ampas kopi atau cethe Sawir yang bisa terjual dengan harga mencapai Rp 15 juta merupakan lukisan yang dibuat dengan tingkat kesulitan tinggi
Penulis: Bella Ayu Kurnia Putri | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU - Lukisan cethe atau ampas kopi Sawir Wirastho (40), pelukis asal kota Malang ternyata bisa laku terjual dengan banderol Rp 15 juta.
Lukisan ampas kopi atau lukisan cethe Sawir yang bisa terjual dengan harga mencapai Rp 15 juta merupakan lukisan yang dibuat dengan tingkat kesulitan tinggi.
Keberhasilan sawir menggeluti dunia lukis ampas kopi sejauh ini rupanya merupakan berkah dari kepuitusannya berhenti merokok.
• Pemkot Malang Kuras Rp 25,8 Miliar Demi Makan dan Minum, Juaranya Dinas Pendidikan: Rp 6 Miliar
• Alasan Kapolres Malang Kota Teruskan Proses Hukum Motivator Tampar 10 Siswa meski sudah Berdamai
• APBD Kota Malang Tahun 2020 Mencapai Rp 2,7 Triliun, Mayoritas untuk Belanja Langsung Rp 1,7 Triliun
Berhenti merokok karena sakit, membuat Sawir Wirastho warga Jl Magelang kecamatan Lowokwaru itu menekuni dunia lain yaitu melukis menggunakan ampas kopi.
Sebelum melukis menggunakan ampas kopi, Sawir mempunyai kebiasaan merokok, kebiasaan merokoknya itu dibarengi dengan membuat cethe.
Namun, ketika ia sakit pada tahun 1999, Sawir kemudian meninggalkan kebiasaan merokoknya, tetapi ia justru tidak bisa meninggalkan kebiasaan nyethe.

Dari pengalaman tersebut akhirnya Sawir mulai melukis menggunakan cethe atau ampas kopi.
“Saya dulu perokok, saya perokok kebetulan berasal dari daerah yang punya tradisi cethe, nah kebetulan saya juga punya tradisi itu di daerah saya, menjadi kebiasaan saya begitu saya merokok pasti akan membuat cethe dengan motif-motif batik,"
"Begitu saya berhenti merokok tahun 99 karena sakit, akhirnya kebiasaan nyethe itu tidak bisa hilang, akhirnya saya coba goreskan di tissue waktu itu kok bagus saya coba di kertas, kok bagus akhirnya saya kembangkan, saya menggunakan kanvas,” cerita Sawir.
• Kronologi Bayi Andini Ayuningtyas di Ngawi Tewas Dipukul Ayah Kandung, Curiga Saat Mandikan Jenazah
• Penjual Cilok Cantik Viral, Sering Bikin Gagal Fokus Pengendara, Baru 5 Bulan Omzetnya Melonjak
• Rahasia Kewanitaan Nikita Mirzani Bikin Pria Terpikat Dibuka Dokter Boyke, Pantas Pacar Bule Takluk
Untuk menghasilkan satu buah lukisan, waktu melukis yang diperlukan Sawir juga tidak menentu, bahkan ada satu lukisan yang memerlukan waktu satu tahun untuk bisa diselesaikan.
“Tergantung objek-objek tema, karena saya bukan hanya pelukis jadi waktunya kan juga gak banyak, sehingga ada Yang satu hari selesai ada Yang berbulan bulan, bahkan ada yang satu tahun lebih baru selesai,” ujarnya.
Kesulitan yang Sawir alami ketika melukis menggunakan ampas kopi adalah cuaca, menurut Sawir cuaca yang ekstrem dapat mempengaruhi kadar air yang ada di dalam serbuk kopi.
“Kalau kopi itu sifatnya kan serbuk dicampur dengan air begitu kadar air habis dia akan menyisa serbuk, nah ini yang menjadi repot ketika cuaca tidak sama, seperti saat ini ekstrem kan, kadar air tiba-tiba habis, ini yang harus kita siasati bagaimana kita bisa menyesuaikan dengan tingkat kekeringan yang sangat cepat ini, karena bagaimanapun juga sifat endapan dari serbuk juga tidak mudah untuk dikendalikan,"
"Nah itu yang memang kita harus benar-benar memahami karakter serbuk kopi, karena sebenarnya setiap kopi memiliki karakter yang berbeda, dari biji yang berbeda menentukan tingkat kekerasan biji itu sendiri, ketika menjadi serbuk itu juga akan berpengaruh terhadap bagaimana dia menyerap air, sehingga ketika kita goreskan itu akan berbeda sekali,” terang Sawir.

Sawir sendiri mengakui bahwa ia selalu melukis ketika ia sedang ngopi, ketika di luar ngopi Sawir tidak pernah melukis.