Kabar Tulungagung

Kisah Hidup Sutarji Kolektor Benda Orang Mati di Tulungagung, Suka Balap Liar dan Akrab dengan Mayat

Kisah Hidup Sutarji Kolektor Benda Orang Mati di Tulungagung, Suka Balap Liar dan Akrab dengan Mayat

Penulis: David Yohanes | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/David Yohanes
Keranda mayat di ruang dalam museum milik Sutarji, di Tulungagung. 

Namun karena sikapnya yang kaku, Sutarji mengabaikan peringatan itu dan menganggapnya hanya mitos.

Sutarji yakin, hanya Gusti Allah yang bisa memastikan kematian seseorang.

Nyatanya Sutarji lagi-lagi gagal berjumpa dengan roh halus, apalagi sampai mengancam nyawanya.

Batu punden itu kemudian ditata di halaman samping, menyatu dengan koleksi nyleneh lainnya.

Meski begitu, Sutarji tetap mengizinkan kalau ada orang untuk nyadran.

“Setelah ada orang nyadran, saya panggil tetangga-tetangga untuk makan ingkung ayamnya,” pungkas Sutarji.

Ada Tali Pocong

Sebuah keranda mayat yang dilengkapi roda diletakkan di halaman samping rumah Sutarji (62), warga Desa Aryojeding, Kecamatan Rejotangan, Tulungagung.

Keranda mayat itu adalah bagian dari koleksi museum pribadi milik Sutarji.

Ayah dua anak ini berkisah, keranda mayat itu berasal dari daerah Wlingi, Kabupaten Blitar.

Sebelumnya keranda ini dibuang, karena dianggap membawa sial.

Sebab dalam waktu 47 hari, ada 43 orang meninggal dunia dan diangkut dengan keranda ini.

“Jadi orang gak mau pakai keranda ini lagi, kemudian dibuang begitu saja. Kemudian saya bawa pulang,” tutur Sutarji.

Namun yang lebih membuat bulu kuduk merinding, Sutarji mengoleksi benda orang mati.

Sebuah lemari disiapkan khusus untuk menyimpan koleksi tak lazim ini. Di antaranya adalah belasan tali pocong.

Suami dari Tasmiati (54) ini memang kerap membantu pemakaman di desanya.

Bahkan dia masuk liang lahat untuk menata jenazah sebelum ditutup tanah.

Sutarji juga yang mengazani jenazah saat sudah di dalam liang lahat.

“Setelah di dalam liang lahat, tali pocong kan harus dilepas. Kemudian saya bawa pulang. Jadi bukan makamnya saya gali dan saya curi talinya,” ucap Tarji sambil terkekeh.

Sutarji hapal Satu per satu tali pocong milik siapa yang disimpannya.

Selain tali pocong, ada sejumlah helm milik korban kecelakaan lalu lintas.

Helm-helm ini diambil dari lokasi kecelakaan ruas jalan raya Tulungagung-Blitar, Desa Aryojeding.

Di bagian bawah lemari juga tersimpan sebuah tambang warna biru.

Tambang yang lazim dipakai tali sapi ini bekas dipakai untuk alat gantung diri.

Di luar kepala Sutarji menyebut nama-nama korban.

“Ini tali pocongnya Pak Yai Bahroji, beliau meninggal ditabrak truk. Itu helmnya Mas Handik, dia meninggal ditabrak bus,” terang Sutarji sambil menunjuk satu per satu koleksinya.

Di bagian belakang lemari ini ada semacam ruangan yang didesain tidak kalah horor.

Di belakang ruangan ada sebuah keranda mayat yang ditutup kain, layaknya mayat yang siap diberangkatkan ke kuburan.

Kemudian di dinding tertempet sejumlah jaket, semuanya bekas orang meninggal dunia kecelakaan.

Ada juga sepasang pakaian pengantin adat Jawa berwarna hitam.

Sama seperti koleksi yang lain, sepasang baju pengantin ini juga bekas orang meninggal dunia bersama, tahun 1974.

Sepasang pengantin ini meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas, di Sendang Biru, Kabupaten Malang.

“Waktu itu saya masih muda, masih suka balapan di sana. Pas balapan ada kejadian itu, pakainnya saya ambil terus dibawa pulang,” kenang Sutarji.

Ada pula sejumlah cungkup makam yang menjadi koleksi.

Cungkup adalah bangunan mirip gazebo di atas makam, dengan tujuan melindungi makam dari panas atau hujan.

Cungkup-cungkup itu disulap jadi gazebo mini, untuk menaruh koleksi lainnya.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved