Malang Raya
Pelajar SMA di Malang Didakwa Pembunuhan Berencana Karena Melawan Begal, Ini Kata Pakar
Terkait adanya pasal berlapis yang didakwakan kepada ZA, Prijo menegaskan, apa yang terjadi dalam kasus tersebut harus benar-benar dibuktikan.
Penulis: Mohammad Erwin | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, KEPANJEN - Reaksi beragam, khususnya yang mengkritik langkah penegak hukum dalam kasus yang dihadapi ZA (17), pelajar SMA yang menjadi terdakwa pembunuhan karena melawan begal terus bermunculan.
Proses hukum di pengadilan saat ini masih berjalan di mana proses sidang terakhir yang dijalani di Pengadilan Negeri Kepanjen, Jumat (17/1/2020) eksepsi ZA ditolak Majelis Hakim.
SURYAMALANG.COM mencoba mencari pendapat dari pakar hukum terkait proses hukum kasus pelajar SMK yang menghabisi begal yang menyerangnya di kabupaten Malang itu.
• Pengacara : Tak Ada Pembunuhan Berencana dalam Kasus Pembunuhan Begal di Malang
• Arema FC Gagal Rekrut Wawan Febrianto dan Teguh Amiruddin
• Perampokan Sadis di Jember, Pelaku Bekap dan Tusuk Perut Mahasiswi
Pakar hukum pidana, Prijo Sujatmiko berkomentar ketika ditanya mengenai kasus pembunuhan begal yang menjerat ZA (17), remaja asal Gondanglegi.
Ia menerangkan, meski ZA masuk dalam kategori di bawah umur, unsur yang bisa memberatkannya adalah adalah terdapat unsur hilangnya nyawa seseorang.
"Kalau jenis pidana mencuri, menipu bisa diversi atau dimediasi. Kalau pembunuhan ini termasuk kejahatan berat," ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, ketika dikonfirmasi, Jumat (17/1/2020).
Prijo menganalisa, adanya pemaparan tindakan ZA adalah pembelaan diri atau noodweer, harus dibuktikan secara valid.
Namun, ada beberapa syarat bagi seseorang melakukan tindakan noodweer.
"Noodweer harus bisa dibuktikan kalau ada serangan ke dia (korban). Ada beberapa syarat kita bisa lakukan noodweer. Yakni, serangan itu tidak bisa dihindari pada saat itu dan tidak ada pilihan alternatif selain melawan"
"Contohnya kalau ada orang bawa clurit terus mau bacok kita, kita bisa merebutnya dan melakukan pembelaan. Kalau orang tiba-tiba bawa senjata ke kampus, ya bukan noodweer," jelas Prijo.
Terkait adanya pasal berlapis yang didakwakan kepada ZA, Prijo menegaskan, apa yang terjadi dalam kasus tersebut harus benar-benar dibuktikan.
"Semuanya harus dibuktikan di pengadilan," tutupnya.
ZA (17) remaja asal Gondanglegi, Kabupaten Malang harus menjalani proses hukum setelah terlibat peristiwa penyerangan oleh sekelompok begal.
ZA melawan kelompok begal itu ketika, perlawanannya dengan menggunakan pisau membuat salah satu begal tewas.
ZA baru menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kepanjen, Jumat (17/1/2020).
Kuasa hukum ZA, Bakti Riza menerangkan, eksepsi atau keberatan yang dilayangkan pihaknya ditolak oleh Majelis Hakim di sidang hari ini.
ZA didakwa pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, pasal 351 (3) KUHP tentang penganiayaan berujung pada kematian, dan UU daruat pasal 2 (1) tentang senjata tajam.
"Kami menyayangkan, ada dakwaan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, yang ancaman hukumannya seumur hidup. ZA tidak dalam konteks menjalankan hukuman berencana. Tapi dia spontan membela diri," beber Bakti ketika dikonfirmasi.
Saat sidang berjalan, Bakti sudah memparkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh kepala sekolah ZA.
Surat itu menerangka bahwa, ada pelajaran keterampilan yang membutuhkan alat pisau, untuk membuat stik es krim. Sehingga ZA membawa pisau dari rumah.
"Ada pernyataan dari kepala sekolah pada 5 september 2019, bahwa pisau dapur itu digunakan untuk perlengkapan pelajaran keterampilan, makanya dia membawa pisau. Hingga akhirnya ada kejadian pembegalan itu," ujar pengacara berambut gondrong itu.