Berita Malang Hari Ini

Petani Padi di Ngajum Malang Keluhkan Limbah Kotoran Ternak di Irigasi, Diduga Turunkan Hasil Panen

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, Budi Iswoyo, menerangkan masih menampung aspirasi para petani yang mengaku terdampak pencemaran limbah

Penulis: Mohammad Erwin | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Mohammad Erwin
Pemerintah Kabupaten Malang dan DPRD Kabupaten Malang, melakukan mediasi dengan petani Desa Kesamben, Kecamatan Ngajum, Senin (17/3/2020). Keduanya membahas pencemaran di sungai irigasi pertanian di desa setempat. 

SURYA masih terus berupaya mencari penjelasan dari perusahaan susu tersebut, soal adanya kabar pencemaran.

Namun, seperti yang diberitakan sebelumnya pada Jumat (21/2/2020). PT Greenfields Indonesia mengklaim menggunakan proses mirkobiologi lumpur aktif untuk mengolah limbah hasil pabrik mereka.

Penggunaan proses mikrobiologi lumpur itu disebut membuat air limbah berwarna jernih dan ramah lingkungan.

“Bahkan sebagian air limbah itu kami gunakan untuk menyiram tanaman yang ada di pabrik,” ujar Head of Manufacturing PT Greenfields Indonesia di Palaan, Darmanto Setyawan,

Menurut Darmanto, limbah yang dihasilkan pabrik Greenfields berasal dari bekas pencucian alat produksi. Sebelum limbah dibuang ke sungai, air itu akan ditampung lebih dulu di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang letaknya di belakang pabrik.

“Setelah sudah diolah baru dibuang ke sungai yang ada di belakang pabrik,” katanya.

Darmanto menyebut PT Greenfields Indonesia juga telah memperbaiki tata pengolahan limbah pasca kasus pencemaran sungai di desa Badaan pada 2016 silam.

Saat itu, limbah perusahaan susu asal Australia ini merembes ke lahan perkebunan dan sungai yang ada di sekitar peternakan.

“Saat itu memang ada beberapa pipa yang bocor sehingga mengakibatkan pencemaran. Tapi sekarang kami sudah ganti pipanya dengan menggunakan gravitasi sehingga tidak tekanan tinggi dan bisa dikontrol,” terangnya.

Komitmen Greenfields untuk menggunakan energi terbarukan sebagai wujud ramah lingkungan juga ditunjukkan lewat penggunaan cangkang kemiri dan sawit untuk bahan bakar boiler.

Pembangunan infrastruktur boiler itu diklaim lima kali lebih besar daripada penggunaan bahan bakar fossil.

“Nilai investasinya memang besar tapi untuk biaya operasional relatif kecil. Sekitar 50 persen lebih rendah,” tutup Darmanto.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved