Berita Malang Hari Ini

Tolak Omnibus Law, Penjual Martabak di Malang Beri Diskon ke Pembeli yang Ikut Demo

penjual martabak dan terang bulan di Kabupaten Malang memberikan potongan harga bagi siapapun yang berunjuk rasa menolak Omnibus Law

Penulis: Benni Indo | Editor: isy
benni indo/suryamalang.com
Maharina Nova Zahro menunjukan produk martabak yang ia kelola. Ia memberikan diskon Rp 5 ribu kepada siapapun yang dapat menunjukan dokumentasi ijut serta dalam aksi demo menolak Omnibus Law. 

SURYAMALANG.COM | MALANG - Seorang penjual martabak dan terang bulan di Kabupaten Malang memberikan potongan harga bagi siapapun yang berunjuk rasa menolak Omnibus Law. Syaratnya, pembeli menunjukan foto atau video dirinya ketika sedang berdemo menolak Omnibus Law.

Maharina Novia Zahro, pemilik dagangan martabak dan terang bulan itu mengatakan, pemberian diskon itu dilakukan sebagai bentuk aksi penolakan terhadap Omnibus Law. Martabak yang ia kelola bernama Martabak Satu Juli.

Lokasinya berada di Jalan Dermo, kawasan padat warung-warung kopi di Desa Mulyoagung, Kabupaten Malang. Tepatnya di depan Gazebo Literasi.

"Kami ikut berempati dengan kebijakan pemerintah yang sebenarnya rakyat merasa dirugikan. Sehingga banyak pihak melakukan gerakan. Kami tidak bisa turun ke jalan, jadi memberikan diskon ini," ujar Rina, sapaan akrabnya, Jumat (9/10/2020).

Harga martabak yagg ia jual kisaran mulai Rp 20 ribu hingga Rp 36 ribu.

Diskon yang diberikan untuk semua harga yakni Rp 5.000.

Diskon berlaku mulai tanggal 8 hingga 14 Oktober 2020.

"Siapapun boleh ke sini dan mendapatkan diskon. Baik mahasiswa atau buruh yang melakukan aksi," jelas aktivis perempuan Muhammadiyah ini.

Sebagai pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Rina dapat merasakan betapa susahnya mengembangkan produktivitas.

Tantangan yang dihadapi saat ini adalah minimnya fasilitas dari pemerintah baik regulasi maupun sarana dan prasarana.

"Padahal, UMKM selalu dikaitkan dengan sektor yang menjadi penggerak ekonomi tapi di Omnibus Law seolah kami disalahkan karena produktivitasnya dianggap rendah," katanya.

Rina bertanya-tanya, dari mana pemerintah bisa menyimpulkan produktivitas UMKM rendah, namun di satu sisi mengatakan UMKM menjadi salah satu sektor penggerak ekonomi.

Menurut Rina, jika memang produktivitas rendah itu hasil kajian, harus menjadi instropeksi bagi pemerintah agar ada solusi yang dihadirkan.

"Bukan dengan membuat Omnibus Law karena kalau saya cermati ternyata ada celah orang asing bisa dengan mudah membuka usaha di Indonesia. Ini akan menjadi beban sekaligus ancaman bagi UMKM jika harus bersaing dengan kelompok asing," katanya.

Sejauh yang ia sadari, pemerintah, baik daerah maupun pusat kurang serius memperhatikan produktivitas sektor UMKM.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved