Berita Malang Hari Ini

Konsolidasi Data Kemiskinan, Tim Fisip UB Rekomendasikan Sensus

Ada empat daerah di Jatim yang jadi pilot projectnya yaitu Kabupaten Bangkalan, Probolinggo, Lamongan dan Bojonegoro. 

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: rahadian bagus priambodo
Fisip Universitas Brawijaya (UB) merilis hasil survei konsolidasi data penanganan kemiskinan ekstrim desa, Kamis (30/12/2021) di UB Coffee. 

Survei ini dilakukan pada 1-10 Desember 2021 dengan cara verifikasi data pada Kepala Desa bersama perangkat di Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Probolinggo, dan Bangkalan.

Hasil verifikasi data diikuti dengan kunjungan pada penduduk miskin yang tinggal di desa lokasi survei. 

Data kemiskinan ekstrim mengacu pada SK Bupati Bojonegoro, Lamongan, Proolinggo, dan Bangkalan tentang data penduduk miskin ekstrim 2021.

Ukuran kemiskinan ekstrim dilihat dari pendapatan per keluarga di bawah standar paritas daya beli, yakni 1,9 USD  per hari atau Rp. 27.303 dengan kurs rata-rata satu dolar bernilai Rp 14.300. 

Habibi Subandi, peneliti lainnya membeberkan fakta di lapangan dimana di empat kabupaten yang jadi pilot project konsolidasi data ada perbedaan persepsi.

Seperti mengacu pada standar  kemiskinan Dinsos dimana ada 14 variabel. Ada juga kades tidak tahu istilah kemiskinan ekstrim. Ada juga di daerah yang melakukan penghapusan data kemiskinan karena malu dengan alasan mampu secara ekonomi. 

"Di Bojonegoro ada yang miskin tapi punya lahan pohon jati. Di Bangkalan, ada yang seperti tidak mampu tapi bisa naik haji tiga kali. Data kemiskinan di Bangkalan bertambah. Hal ini karena masyarakat  jika ada woro-woro dari desa untuk bantuan, malah minta dimasukkan," kata dia.

Dari kegiatan turun di lapangan itu diketahui bahwa standar kemiskinan di beberapa daerah berbeda-beda.

"Survei ini mengkonfirmasi pendataan dengan pendekatan mikro dan kondisi faktual data," kata Lukman.

Jadi miskin atau tidak harusnya persepsi individu, bukan versi desa.

Untuk sensus kemiskinan disarankan di lima pulau besar di Indonesia kategorisasinya pasti berbeda. Selama ini tidak pernah ada. Sensus harus dengan basis per RT. Sylvianita Widyawati

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved