Sosok
Gerakan I Litterless Baru Gandeng 12 Kafe di Malang Karena Minim SDM, Dapat 150 kg Sampah per Minggu
Pemilihan kafe sebagai sasaran gerakan I Litterless karena keberadaan kafe-kafe di Kota Malang adalah khas.
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Dyan Rekohadi
Mereka mengambil separuh dari harga, misalkan sampah X jika di Bank Sampah Rp 1000 per kg, pemilik kafe dapat Rp 500/kg karena service mereka gratis.
Nominal Ini yang dipakai untuk operasional gerakan mereka.
Dikatakan Mayeda, memang ada kendala dalam melaksanakan ini, terutama di pekerja kafe.
Sebab dengan memilah sampah, maka mungkin pekerja merasa menambah beban kerja. Sehingga ada penolakan.
"Kalau dari owner kafe sudah paham bahwa dari kegiatan mereka pasti memproduksi sesuatu berupa limbah," jawab Ence.
Tapi ada juga owner yang orientasinya pada profit. Tipikal owner seperti ini pola pikirnya ; ketika ditambahi kerjaan memilah sampah, maka harusnya ada timbal balik dari gerakan ini.
"Padahal kami malah membantu. Konsep ini ingin kami ubah mindset-nya. Karena ini bukan semata-mata uang atau imbalan," jelas Ence.
Untuk berubah ini memang butuh perubahan yang smooth.
Mayeda sendiri pernah kerja di kafe dan tahu beban kafe untuk membayar retribusi sampah.
Sedang gerakan mereka free service. Bahkan ada benefit bahwa kafe mereka ramah lingkungan karena mau memilah sampah.
Menururnya, hasil sampah kafe tidak selalu sama. Jika kafenya ramai, maka sampahnya pasti lebih banyak dibanding yang biasa.
Jenis sampah kafe seperti bekas botol minuman, kaleng SKM, bungkus mie instan, botol beling sirup dll.
Pada kafe, mereka tidak memaksakan menyerahkan seluruh sampahnya.
Sebab ada yang bisa mereka jual sendiri seperti kardus/karton atau terlanjur diambil pemulung.
Pada kafe yang ramai, sampah anorganik yang didapat antara 1,5 kg sampai 2 kg per minggu.