Berita Malang Hari Ini
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Malang Barat Semakin Memburuk
Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Malang bagian barat semakin meluas.
Penulis: Benni Indo | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM, MALANG - Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Malang bagian barat semakin meluas.
Perlu ada tindakan yang lebih masif lagi dari pemerintah dan masyarakat untuk menghentikan laju perkembangan penyakit ini.
Sudah ada ribuan sapi perah yang mati akibat PMK di Kabupaten Malang bagian barat.
Awalnya, Kecamatan Pujon menjadi wilayah yang paling terdampak serius.
Belum selesai kasus di Kecamatan Pujon, virus mulai merebak di Kecamatan Ngantang.
Berdasar data yang dihimpun KUD Sumbermakmur Ngantang, lebih dari 8.000 sapi perah di Kecamatan Ngantang terkonfirmasi positif PMK pada pekan lalu.
Jumlah populasi sapi perah di Kecamatan Ngantang berdasarkan data KUD Sumbermakmur sebanyak 17.872 ekor.
Sejak dilaporkan temuan pertama pada 27 April 2022, jumlahnya terus meningkat hingga saat ini.
Kini, wabah itu sudah menggejala di 13 desa yang ada di Kecamatan Ngantang. Situasi ini menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat yang mayoritas adalah peternak sapi perah.
250 lebih ekor sapi dilaporkan telah mati di Kecamatan Ngantang akibat PMK. Ketua KUD Sumbermakmur Ngantang, Sugiono. menyatakan, selain 250 ekor sapi mati, ada 550 ekor sapi yang dijual atau dipotong paksa.
Harga jual sapi yang terkonfirmasi positif PMK turun drastis.
''Tiga ekor sapi dijual Rp 10 juta. Normalnya, satu ekor sapi harganya berkisar di angka Rp 15 juta sampai Rp 20 juta. Situasinya sudah genting. Kami harap pemerintah bisa segera mengatasinya,'' ungkapnya.
Turunnya populasi sapi perah yang sehat berdampak pada produksi susu. Biasanya, produksi susu mencapai 104 ton per hari, kini turun 50 persen di angka 49 ton per hari.
Jumlah itu pun tidak semua dibeli oleh pabrikan susu. Pasalnya, ada sejumlah susu yang disetor peternak dalam pengaruh antibiotik. Susu antibiotik ini tidak bisa diproses sehingga terpaksa harus dibuang.
''Ada lebih dari 5000 liter susu per harinya terpaksa harus kami buang. Harga per liter kami beli Rp 6 ribu, tinggal dikalikan saja, kerugiannya,'' bebernya.