TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA

TERUNGKAP Alasan Pasif Autopsi Keluarga Aremania Korban Tragedi Kanjuruhan, Ada Trauma pada Aparat

Adanya trauma dengan pihak 'petugas berseragam' menjadi alasan utama kenapa sangat minim keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang menyatakan

Penulis: Mohammad Erwin | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Purwanto
Devi Athok (baju kuning) saat menerima perwakilan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dirumahnya di Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Rabu (19/10/2022). Mayoritas keluarga korban Tragedi Kanjuruhan masih trauma hingga pasif pada perlunya autopsi 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Alasan mengapa keluarga Aremania korban Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 pasif pada upaya autopsi perlahan mulai terungkap.

Adanya trauma dengan pihak 'petugas berseragam' nampaknya menjadi alasan utama kenapa sangat minim keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang menyatakan bersedia memberi izin autopsi, padahal ada 135 korban jiwa di tragedi pilu itu.

Bahkan sejauh ini hanya ada satu keluarga saja yang berani secara terbuka menyatakan siap memberi izin dan bahkan mengajukan autopsi korban Tragedi Kanjuruhan, itupun masih diwarnai 'drama' pencabutan kesediaan karena faktor traumatis juga. 

Baca juga: Autopsi Jenazah Korban Tragedi Kanjuruhan Digelar pada 5 November 2022

Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan, Imam Hidayat menyatakan pihaknya menerima pendampingan bagi keluarga korban yang bersedia dilakukan otopsi terhadap anggota keluarganya.

Imam menyebut salah satu penyebab keraguan dibenak keluarga korban yang bersedia dilakukan otopsi lantaran faktor traumatis.

"Penyebabnya juga diduga karena masih adanya trauma. Pernah kami mencoba mendampingi namun rasa trauma menghampiri ketika melihat petugas berseragam," ungkap Imam, Minggu (30/10/2022).

 

Kondisi trauma pada aparat negara itu pula yang sempat diungkap oleh Devi Athok Yulfitri, warga Bululawang Malang yang tetap mengajukan autopsi bagi jenazah dua putrinya korban Tragedi Kanjuruhan.

Devi Athok sempat mencabut kesediaannya memberi izin autopsi karena ia merasakan tekanan psykis.

Soal kondisi tertekan psykis ketika mencabut kesediaan autopsi ituditulis AThok dalam surat pernyataan terbarunya pada 22 Oktober 2022 yang kembali meminta dilakukan autopsi.

Devi Athok  harus bergelut dengan traumatis setelah dua anak perempuannya meninggal dunia di stadion Kanjuruhan .

Devi Athok trauma dengan polisi setelah melihat kondisi jenazah dua putrinya yang diduga tewas karena tembakan gas air mata polisi ke arah tribune penonton.

Masih dalam kondisi trauma, ia justru berulangkali didatangi rombongan polisi di rumahnya setelah meminta autopsi.

Kondisi yang dialami Devi Athok itu menjadi contoh nyata bagaimana keluarga korban yang tentunya masih trauma, tapi tidak semua memiliki keberanian seperti Devi Athok hingga lebih memilih bersifat pasif.

"Kami mendengar ada beberapa keluarga korban yang masih menimbang-nimbang untuk dilakukan autopsi kepada anggota keluarganya yang meninggal," jelas Imam. 

Halaman
123
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved