Breaking News

Tabiat Guru Honorer yang Kritik Ridwan Kamil Terbongkar, Merokok di Ruang Guru dan Berkata Kotor

Tabiat guru honorer yang kritik Ridwan Kamil dibongkar sekolah, merokok di ruang guru dan berkata kotor saat mengajar, sudah kena SP2

Penulis: Sarah Elnyora | Editor: Eko Darmoko
Instagram @ridwankamil/Tribunnews.com
Ridwan Kamil (kiri), M Sabil Fadhillah (kanan). Tabiat guru honorer yang kritik Ridwan Kamil terbongkar, merokok di ruang guru dan berkata kotor 

Sementara itu, Humas Yayasan SMK, Miftahul Ulum mengaku siap menerima Sabil kembali mengajar karena pelanggaran yang dilakukan bukan pelanggaran kriminal.

"Ini tidak terjadi sekali atau dua kali, dan bukan hanya Sabil, tetapi guru lain juga sama" kata Miftahul Ulum.

"Selama bukan menyangkut tindak kriminal kami membuka kesempatan kepada setiap guru yang ingin mengabdi," ungkapnya.

Meski kini pihak sekolah sudah mencabut surat pemecatan, namun Sabil menolak untuk kembali mengajar di SMK tersebut.

Artikel TribunJabar.id 'Sekolah Beberkan Alasan Sempat Keluarkan Surat Pemberhentian Sabil'.

  • Surat Pemecatan Dinilai Lemah

Sementara itu menurut Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, surat pemecatan terhadap Sabil dinilai lemah. 

Satriwan Salim menyatakan, alasan pihak yayasan memecat Sabil dengan hanya menuliskan melanggar kode etik guru, melanggar tata tertib yayasan dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Padahal, dalam Pasal 42 sampai 44 UU Guru dan Dosen dijelaskan, jika ada dugaan pelanggaran kode etik guru, harus diselesaikan dalam sidang kode etik di majelis atau dewan kehormatan organisasi profesi guru. 

"Jadi tidak bisa sekolah atau yayasan memecat, apalagi ada dugaan pelanggaran etik" ujar Satriwan di program Kompas Petang KOMPAS TV, Kamis (16/3/2023).

"Jadi Pak Sabil ini harusnya dibuktikan dulu secara etik di dalam sidang dewan kehormatan profesi guru," 

Satriwan menjelaskan, merujuk UU Guru dan Dosen dan kode etik Guru Indonesia, ada kategorisasi pelanggaran yang dilakukan.

Mulai dari pelanggaran ringan hingga berat. 

Kalau pun guru melakukan pelanggaran berat, bisa dipecat, tetapi harus melalui tahapan atau fase yang salah satunya mengikuti sidang etik. 

"Dan harus dibuktikan juga oleh ahli bahasa Sunda" jelas Satriwan.  

"Jangan-jangan (bagi) orang Cirebon atau orang Bogor, maneh (kamu, red) itu menunjukkan diksi yang akrab, atau dari Banten misalnya," ujar Satriwan. 

Halaman
1234
Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved