Berita Pasuruan Hari Ini

Rp 400 Juta untuk LSM dan Wartawan, Pengakuan Janggal Penimbun Solar Bersubsidi di Pasuruan

Penjahat ekonomi penyalahgunaan solar bersubsidi membuat pengakuan  di Pengadilan Negeri Kota Pasuruan, Rabu (4/10/2033). 

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Yuli A
galih lintartika
Penjahat ekonomi penyalahgunaan solar bersubsidi membuat pengakuan  di Pengadilan Negeri Kota Pasuruan, Rabu (4/10/2033). Saksi bernama M Abdillah, pegawai bagian administrasi PT Mitra Central Niaga (MCN), menyebut perusahaan itu milik majikannya bernama Abdul Wahid (AW).  

SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Penjahat ekonomi penyalahgunaan solar bersubsidi membuat pengakuan  di Pengadilan Negeri Kota Pasuruan, Rabu (4/10/2033). 

Saksi bernama M Abdillah, pegawai bagian administrasi PT Mitra Central Niaga (MCN), menyebut perusahaan itu milik majikannya bernama Abdul Wahid (AW). 

Abdillah mengaku sering mendapatkan tugas dari AW untuk menemui oknum yang mengaku anggota LSM dan wartawan setiap bulannya.  

Menurut dia, tugasnya adalah membagikan uang jatah hasil kejahatan penyalahgunaan solar subsidi ke oknum - oknum yang mengaku sebagai LSM dan wartawan. 

“Ada yang datang ke kantor, mereka marah-marah. Ada juga yang menghubungi melalui telepon. Saya dapat tugas dari pimpinan untuk menemui mereka,” lanjutnya. 

Abdillah menyebut, orang yang mengatasnamakan LSM dan wartawan itu sekitar 300 orang. Mereka tidak hanya datang dari Pasuruan tapi juga luar Pasuruan.  

Abdillah menguraikan, ada oknum LSM dan wartawan yang datang setiap bulan, ada juga yang datang dua bulan sekali. Berbeda-beda waktu antara satu LSM dan wartawan. 

“Setiap bulannya saya diberi uang oleh AW untuk diberikan kepada oknum wartawan dan LSM, nominalnya sekitar Rp 500 juta setiap bulannya,” tambahnya. 

Dia menyebut, pendistribusian uang itu sesuai kapasitas oknum tersebut. Mulai dari Rp 500 ribu sampai Rp 6 juta per orangnya. 

“Saya masih menyimpan data oknum wartawan dan LSM beserta fotonya yang menerima uang jatah setiap bulannya,” terangnya. 

Sementara itu, AW, pemilik bisnis ilegal ini merevisi kesaksian Abdillah terkait nominal uang yang dibagikan ke oknum LSM dan wartawan. 

“Izin yang mulia, uang yang dikeluarkan tidak sampai nominal yang disebutkan oleh saksi. Per bulan hanya Rp 400 juta yang mulia,” bantahnya. 

Lujeng Sudarto, Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA), sedikit meragukan kesaksian yang disampaikan bagian administrasi PT MCN. 

“Pertanyaannya, penyidik Bareskrim mengungkap hasil penyidikan bahwa keuntungan AW menjalankan bisnisnya setiap bulannya itu Rp 660 juta,” lanjutnya. 

Menurut dia, pernyataan itu sangat tidak logis. Apakah mungkin, AW hanya mendapat keuntungan Rp 160 juta setiap bulannya karena Rp 500 juta dibagikan untuk LSM dan wartawan.  

“Terus pernyataan mana yang benar. Jika pernyataan saksi dianggap benar, berarti berapa keuntungan yang benar didapatkan AW setiap bulannya?” terangnya. 

“Ini kan menjadi sinyal bahwa tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang juga patut diduga mendapat aliran dari bisnis solar bersubsidi tersebut,” paparnya. 

Lujeng menilai, sangat tidak masuk akal jika aparat penegak hukum tidak mengetahui bisnis yang sudah berjalan sejak tahun 2016 itu.

“Jika pernyataan penyidik Bareskrim yang benar terkait keuntungan AW setiap bulannya, berarti saksi memberikan keterangan palsu,” jelasnya. 

Ia meminta jaksa mengejar aliran dana untuk LSM dan wartawan yang sudah diungkapkan secara resmi dalam persidangan tersebut. 

Jaksa wajib mengejar aliran - aliran dana dari bisnis tersebut. Jangan sampai ini dibiarkan dan merusak citra serta marwah LSM dan wartawan.

“Artinya, kesaksian itu harus dibuktikan karena itu menjadi kunci untuk membuka kejahatan korporasi BBM ilegal tersebut,” urainya. 

Lujeng optimis, jika jaksa bisa menemukan bukti aliran dana untuk LSM dan wartawan ini, maka jaksa juga bisa menemukan bukti aliran untuk pihak - pihak lain.

“Harus dibongkar sampai ke akar-akarnya skandal solar bersubsidi itu agar tidak ada kesan pengaburan fakta dan diskriminasi dalam kasus ini,” tuturnya. 

Termasuk, kata dia, berapa keuntungan yang didapatkan AW. Darimana AW mendapatkan solar bersubsidi dan siapa pembeli solar bersubsidi ilegal tersebut. 

“Ini yang belum terungkap. Saya meminta penyidik, jaksa dan hakim bisa membuka fakta - fakta dibalik kasus yang membuat rugi masyarakat kecil ini,” ungkap dia.

Selain Abdul Wachid, dia terdakwa lain adalah anak buahnya, Bahtiar Febrian Pratama (BFP) dan Sutrisno (S).

Jaksa mendakwa ketiganya melanggar Pasal 55 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi. 

Dan itu sudah diubah dan ditambah dengan pasal 40 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved