Liputan Khusus Malang

Sekolah Melekat dengan Status dan Gengsi

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi sering menimbulkan gejolak di berbagai daerah.

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/Faiq Nuraini
ILUSTRASI. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi sering menimbulkan gejolak di berbagai daerah.

Banyak orang tua yang protes karena anaknya tidak masuk sekolah yang dianggap favorit.

Guru Besar Universitas Negeri Malang (UM), Prof Dr Ibrohim MSi mengatakan sistem zonasi dalam PPDB merupakan alternatif untuk mengatasi pemerataan akses layanan pendidikan bagi anak-anak di wilayah atau zona masing-masing.

"Kebijakan zonasi PPDB bertujuan untuk pemerataan sekolah favorit," kata Ibrohim kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (8/10).

Ibrohim mencontohkan sistem pendidikan di Jepang. Menurutnya, waktu program wajib belajar 9 tahun di Jepang tidak terlalu berbeda dengan Indonesia. Tapi, pemaknaan dan implementasinya yang berbeda.

"Kalau di Jepang, sistem administrasi kependudukan maupun pengelolaan pendidikan yang baik membuat orang tua tidak pernah takut anak-anaknya tidak mendapat sekolah," terangnya.

Menurutnya, jumlah sekolah di Jepang cukup atau sesuai dengan jumlah penduduk usia sekolah. Kadang sekolah di kota lebih padat daripada sekolah di desa.

Anak-anak mengenyam pendidikan di sekolah yang berada di sekitar kompleks tempat tinggal. Jadi, siswa bisa berjalan kaki, bersepeda, atau mungkin naik bis sekolah. Ketika siswa baru lulus SD, sekolah akan memberi tahu orang tuanya lokasi SMP untuk sang anak.

Jika tidak ada alasan kuat, orang tua tidak boleh memindahkan anaknya sekolah di luar wilayahnya.

"Jadi, orang tua tidak perlu pagi-pagi mengantar anaknya ke sekolah yang jauh dari rumahnya. Anak-anak sudah latihan kemandirian dengan berangkat sekolah sendiri," imbuhnya.

Kondisi sebaliknya terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Ada sekolah yang mendapat status atau stempel unggul.

Akhirnya orang tua berlomba memilihkan sekolah untuk anaknya di sekolah yang berkategori unggul tersebut. Orang tua tidak mempermasalahkan lokasi atau biaya untuk masuk sekolah unggulan tersebut.

Menurutnya, tempat sekolah anak seolah melekat dengan status dan gengsi orang tua.

"Sekarang bisa dilihat orang tua seolah berlomba dengan motor dan mobil menimbulkan kemacetan pada pagi hari. Apa yang mereka cari?" terangnya.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved