Wirausaha

Penghasilan Para Petani Muda Jika Sukses Tanam Edamame Skala Besar di Jember

Ketika itu, 7 hektare lahan di Desa Cangkring Kecamatan Jenggawah yang dia tanami edamame menghasilkan pendapatan hingga Rp 40 juta.

Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Yuli A
sri wahyunik
Danu Wijaya, 22 tahun, petani kedelai Edamame dari Desa Kawangrejo Kecamatan Mumbulsari, Jember. 

"Ini juga yang membikin saya tertarik, karena di edamame peluangnya besar. Dan pasarnya sudah pasti," imbuhnya.

Oleh karena itu, selama tiga tahun terakhir, dia menjadi petani mitra dengan sistem kerjasama operasional. Kebutuhan operasional dalam menanam edamame dipenuhi oleh perusahaan. Selain mencari lahan, dia harus rajin dan tekun dalam memantau perkembangan tanamannya, juga ngopeni sang edamame.

Danu mengakui tidak mudah menjadi petani. Tantangan alam kerap terjadi di depan mata.

Dia mencontohkan, pada 2023, dia juga teman-temannya sesama mitra petani, harus menghadapi El Nino.

El Nino panjang di Indonesia menyebabkan dia bisa disebut 'gagal panen' pada bulan April.

"Ketika itu gagal panen. Karena musim tahun kemarin memang sulit, membingungkan petani. Akhirnya ya rugi biaya kopi, dan tenaga," ujarnya sambil tersenyum kecut.

Biaya kopi adalah istilah biaya makan dan minum yang dikeluarkan petani saat bekerja di sawah.

Beruntung dengan pendampingan pihak perusahaan, serta kerja kerasnya, gagal panen di Bulan April tertebus pada masa panen Bulan Agustus.

Ketika itu, 7 hektare lahan di Desa Cangkring Kecamatan Jenggawah yang dia tanami edamame menghasilkan pendapatan hingga Rp 40 juta.

"Memang tertebus. Dan dari pengalaman itu, tentunya setelah dapat hasil yang menguntungkan, ada sejumlah hasil yang saya tabung. Jaga-jaga jika ada kejadian tidak menghasilkan lagi," imbuhnya.

Meski demikian, dia tidak kapok. Dia tetap memilih menjadi petani.

"Karena kalau dari sisi penghasilan ya jadi petani," tegasnya sambil tersenyum.

Sementara itu, General Manager Estate PT GMIT Margo Waluyo menambahkan, ada 53 orang petani mitra GMIT, termasuk Danu Wijaya.

Margo mengakui, GMIT banyak melirik petani muda alias milenial, selain non milenial. "Tentu saja, semuanya kami dampingi. Apalagi, kami juga mengembangkan sistem informasi teknologi pertanian di edamame  ini. Peluang untuk petani milenial memang sangat besar," ujar Margo.

Ketika ditanya tentang tantangan di budidaya edamame, senada dengan Danu, Margo mengakui faktor cuaca dan hama tentu menjadi tantangan tersendiri.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved