Berita Surabaya Hari Ini
Akademisi Soroti Rencana Dokter Asing Masuk Indonesia, Ada PR Distribusi Dokter Spesialis dan Sarana
Akademisi tentunya mendukung program pemerintah jika dokter asing itu ditempatkan ke rumah sakit yang belum memiliki spesialis.
Penulis: sulvi sofiana | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Rencana Menteri Kesehatan (Menkes) mendatangkan dokter asing untuk turut menangani kasus kelainan jantung bawaan menjadi perhatian akademisi.
ISU mendatangkan dokter asing ini makin menghangat, apalagi dengan adanya gejolak di kampus Unair karena pencopotan Dekan Fakultas Kedokteran yang diduga terkait.
Baca juga: Soal Pencopotan Dekan FK Unair, Kemenkes dan Kemendikbudristek Kompak Sebut Urusan Internal Kampus
Dugaan diberhentikannya Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) Prof Dr dr Budi Santoso SpOG FER (Prof Bus) akibat penolakan rencana Menkes tersebut.
Dr Yan Efrata Sembiring SpBTKV, Koordinator Program Studi Ilmu Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular FK Unair mengungkapkan jika statemen Menkes terkait data 12.000 pasien dengan kelainan jantung bawaan belum bisa ditangani seluruhnya oleh tenaga spesialis Indonesia memang benar.
"Tentu penyebabnya banyak, terkait SDM dalam hal ini dokter spesialis hanya 220 dokter spesialis Toraks Kardiak dan Vaskular jadi memang benar jumlahnya masih kurang. "
"Masih sedikitnya iki karena produksinya hanya terbatas. Yang produksi bedah jantung hanya UI dan Unair. Jadi bisa dibayangkan dengan dua pabrik melayani seluruh rakyat indonesia ya masih kurang,"ungkapnya dalam talkshow bersama Harian surya dan Tribunjatim Network, Senin (8/7/2024).
Menurutnya pemerintah sudah melakukan terobosan dengan membuka program spesialis ini di beberapa fakultas kedokteran di berbagai wilayah. Diharapkan SDM dokter spesialis semakin banyak
Terobosan lainnya dengan menambah pendidikan berbasis rumah sakit, ini membantu jumlah SDM.
"Prof Bus tidak setuju dokter asing apabila ditempatkan di rumah sakit besar dan vertikal di kota-kota besar. Karena sudah lengkap alat dan dokternya, jadi nggak ada guna kalau menambah dokter atau dokter subspesialis di rumah sakit yang lengkap,"ungkapnya.
Namun, akademisi tentunya mendukung program pemerintah jika dokter itu ditempatkan ke rumah sakit yang belum memiliki spesialis.
Kemudian kedatangan dokter asing melalui UU ini didatangkan untuk berbagi pengetahuan.
"Saya sering melakukan by pass jantung, dan banyak dokter yang sudah bisa. Kalau kemudian dokter asing dengan kompetensi sama di tempatkan rumah sakit yang sama itu yang Prof Bus tidak setuju. Jadi masalahnya di distribusi dokter memang, yang juga menjadi pekerjaan rumah pemerintah,"lanjutnya.
Saat ini, dikatakan dr Yan, perhimpunan dan kolegium sedang bertemu dengan Dirjen Tenaga Kesehatan terkait distribusi dokter spesialis.
Pasalnya distribusi dokter spesialis masih terpusat di kota besar dan minim bahkan di beberapa kota atau pulau luar Jawa tidak ada.
"Namun tidak serta merta menyalahkan dokter spesialis. pengalaman kami, kami mendidik dan menerima dokter umum dari daerah seperti papua. Setelah itu dari Papua, bilang ke kami di Papua sarana dan prasarana tidak ada, jadi mereka tidak bisa bekerja akhirnya kembali ke Jawa,"ujarnya.
Ada SDM tetapi sarana prasaranya tidak, dikatakannya membuat tenaga spesialis tidak bisa memberikan pelayanan.
"Mau berapa ribupun dokter asing dikirim tidak akan menangani jika sarananya tidak ada,"tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.