Kontroversi Vonis Bebas Ronald Tannur
KRONOLOGIS 3 Hakim Pemberi Putusan Bebas Ronald Tannur Direkom Pecat, Ada Beda Pembacaan dan Salinan
3 hakim membacakan fakta dan pertimbangan hukum yang berbeda antara yang disampaikan di persidangan dengan yang tertulis dalam salinan putusan perkara
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya yang memberi vonis bebas pada terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur menerima rekomendasi pemecatan dari Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia.
KY hari ini, Senin (26/8/2024), mengumumkan putusan mereka memberi rekomendasi pemecatan pada 3 hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo karena terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH).
Baca juga: BREAKING NEWS: 3 Hakim Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur Dipecat Melalui Putusan KY
Bila merunut langkah KY dalam memeriksa hingga membuat putusan terkait 3 hakim PN Surabaya itu terungkap jika ketiganya melakukan pelanggaran berat.
Ketiga hakim itu seperti sengaja merekayasa putusan. Hal ini setidaknya nampak jelas dari adanya perbedaan dalam pembacaan fakta dan pertimbangan hukum yang disampaikan di persidangan dengan yang tertulis dalam salinan putusan perkara.
Tak ayal ketiganya akan diproses untuk dipecat.
Seperti diketahui, rekomendasi pemecatan hakim PN Surabaya dari KY ini terkait dengan dugaan penyimpangan dalam putusan kasus Gregorius Ronald Tannur, yang divonis bebas atas dakwaan pembunuhan teman kencannya, Dini Sera Afrianti.
Dalam proses sidang, Erintuah Damanik bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim, sementara Mangapul dan Heru Hanindyo sebagai hakim anggota.
Di saat kabar tentang pemecatan ini telah menyebar luas, Humas Pengadilan Negeri Surabaya, Alex Adam, saat dikonfirmasi mengatakan belum bisa memberikan tanggapan.
"Maaf saya sedang Diklat," ujarnya, Senin (26/8/2024).
Sebelum rekomendasi dikeluarkan, KY diketahui pertengahan Agustus lalu mengunjungi gedung Pengadilan Tinggi Surabaya di Jalan Sumatera No.42.
KY saat itu meminjam gedung untuk melakukan pemeriksaan.
Joko Sasmito, Kepala Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, menyebutkan bahwa 14 orang diperiksa, termasuk Erintuah Damanik dan rekan-rekannya, panitera, Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Dadi Rachmadi, serta para terlapor.
Kala itu Joko berjanji akan memberikan keputusan hingga akhir Agustus.
Hingga akhirnya, pada Senin (26/8/2024), Joko mengumumkan bahwa Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pertimbangan hukum yang dibacakan hakim Erintuah dkk dalam sidang putusan berbeda dengan salinan putusan.
Diantaranya, dalam persidangan hakim anggota Heru Hanindyo menyebut bahwa penyebab kematian Dini karena minum minuman beralkohol saat karaoke di Blackhole KTV.
Namun, pertimbangan itu tidak ada dalam salinan putusan.
Terkait penyebab kematian karena minum minuman beralkohol yang disampaikan hakim itu berbeda dengan hasil visum.
Berdasarkan hasil visum, penyebab kematian Dini karena luka akibat kekerasan benda tumpul, yakni karena terlindas ban mobil.
Selain itu, dalam salinan putusan disebutkan pertimbangan dengan rekaman CCTV.
Namun, pertimbangan terkait rekaman CCTV itu tidak dibacakan majelis hakim saat persidangan.
Sementara berdasarkan temuan Joko bahwa para hakim membacakan fakta dan pertimbangan hukum yang berbeda antara yang disampaikan di persidangan dengan yang tertulis dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby.
Selain itu, pertimbangan tentang penyebab kematian korban, Dini Sera Afrianti, berbeda dari hasil visum dan keterangan saksi ahli dr. Renny Sumino.
Hakim juga tidak mempertimbangkan barang bukti CCTV dari area parkir Lenmarc Mall.
Berdasarkan temuan tersebut, Majelis Sidang Pleno Komisi Yudisial RI menganggap pelanggaran ini berat dan memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.