LIPSUS Malang Raya Vs TBC

Pemkot Malang Kejar Temuan Kasus TBC, 27 Rumah Sakit dan Puskesmas Bisa Menangani Tuberkulosis

Pemerintah menargetkan eliminasi dengan penurunan angka kejadian TBC menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian menjadi 6 jiwa/100.000

Penulis: Benni Indo | Editor: Dyan Rekohadi
Dokumen Pribadi Bayti Ikhsanita
Klinik TBC resistansi obat (RO) di RSSA Kota Malang 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Pemerintah Kota Malang tengah mengerjakan tugas untuk merealisasikan eliminasi tuberkulosis 2030.

Berdasarkan Perpres No 67 Tahun 2021 Tentang Penanggulangan TBC, pemerintah menargetkan eliminasi dengan penurunan angka kejadian menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian menjadi 6 jiwa per 100.000 penduduk.

Saat ini, Dinas Kesehatan Kota Malang mencatat rasio di Kota Malang 204/100.000 penduduk.

Pemkot Malang telah menyusun strategi, terbaru telah dibentuk tim percepatan.

Bagaimana strategi mereka melaksanakannya di lapangan? 

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Meifta Eti Winindar mengungkapkan ada empat pendekatan prioritas yang dilakukan pemerintah.

Pertama pada kebijakan, lalu pemberdayaan masyarakat, pelayanan publik dan terakhir pada penyediaan logistik.

Melalui pendekatan kebijakan, Pemkot Malang telah membentuk tim percepatan.

Tim ini terdiri atas lintas dinas seperti Dinas Kesehatan, Dinas PUPRKP, Dinas Sosial P3SP2KB, Disnaker PMPTSP.

Diuraikan Meita, penanggulangan TBC menjadi tanggungjawab bersama. Tak terkecuali masyarakat karena dukungan mereka dapat membantu pengidap menjaga semangat mengonsumsi obat.

Masyarakat harus meningkatkan kesadaran akan pentingnya memahami isu TBC.

Dipaparkan Meita, pengidap TBC kerap menghadapi tekanan psikis.

Kebosanan mengonsumsi obat-obat menjadi salah satu pemicunya.

Konsumsi obat secara rutin adalah kewajiban. Jika terlewatkan, pengidap berpotensi menjadi pasien yang resistan obat (RO).

Penanganan pasien resistan obat berbeda dengan yang yang sensitif obat (SO).

Kota Malang menempati posisi kelima di Jawa Timur dengan capaian kasus terdeteksi. Posisi Jawa Timur berada di peringkat kedua. Sedangkan Indonesia di posisi kedua secara global.

Tingginya capaian diharapkan bisa membantu penanganan.

Dinas Kesehatan Kota Malang juga telah menyediakan layanan mandiri untuk deteksi dini.

Seseorang bisa mengikuti petunjuk di dalamnya, jika sesuai dengan kriteria TBC, orang tersebut bisa minta penanganan.

“Obatnya gratis,” terang Meifta, Minggu (15/9/2024).

Sebanyak 27 rumah sakit yang ada di Kota Malang bisa menangani TBC. Pun seluruh Puskesmas yang ada. 

Meifta menegaskan bahwa TBC bisa disembuhkan. Oleh karena itu, ia berharap tidak ada lagi yang menutupi diri dari status TBC-nya.

Pemerintah telah memiliki mekanisme penanganan secara medis, oleh karena itu terbukanya informasi seseorang jika mengidap TBC akan dibantu untuk sembuh.

“Saat pengidap menjalani pengobatan itu, kami harapkan untuk tidak mendapatkan diskriminatif di sana ya. Tindakan diskriminasi akan membuat seseorang menyembunyikan statusnya,” terangnya.

Tantangan lain yang dihadapi datang dari pengidap itu sendiri.

Dikatakan Meifta, tidak sedikit pengidap yang putus mengonsumsi obat karena telah merasakan berkurangnya gejala TBC di dalam tubuh.

Padahal mereka harus mengonsumsi obat sampai habis dalam waktu tertentu.

“Mereka cenderung untuk menghentikan pengobatan dan itu kami waspadai. Di situ potensial untuk pengobatan tidak tuntas. Pengobatan yang tidak tuntas itu menjadi salah satu pemicu untuk adanya TBC yang resistan obat,” paparnya.

Adanya sejumlah mekanisme dan tantangan di lapangan tak menyurutkan semangat petugas di lapangan untuk menelusuri kasus.

TBC adalah penyakit yang dapat menular. Seperti dikejar waktu, petugas harus bisa menemukan sedini mungkin sebelum banyak orang tertular. (Benni Indo)

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved