Berita Surabaya Hari Ini

Akademisi, Aktivis Hingga Pemkot Tolak Pameran Tembakau Skala Dunia di Surabaya

Rencana pelaksanaan World Tobacco Asia (WTA) 2024 dan World Vape Show (WVS) di Surabaya membuat gaduh Kota Pahlawan

SURYAMALANG.COM/Bobby Koloway
Pertemuan sejumlah akademisi, pegiat anti rokok, dan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, yang sepakat menolak World Tobacco Asia (WTA) 2024 dan World Vape Show (WVS) di Surabaya, Jumat (4/10/2024). 

"Ternyata, kami lihat di website pengelolanya masih ada jadwalnya. Belum di-takedown. Ini menimbulkan keresahan bagi semuanya, bukan hanya masalah bagi Pemkot saja," tandasnya.

Ada sejumlah kekhawatiran yang disampaikan akademisi. Mengutip hasil penelitian mereka, kebiasaan merokok memiliki hubungan dengan peningkatan berbagai penyakit di masyarakat.

Ironisnya, hal ini bukan hanya merugikan perokok saja, namun juga mengancam sekitarnya.

"Berdasarkan riset kami, paparan asap rokok itu berpengaruh pada kesehatan. Itu jelas dan terbukti," katanya.

"Kami juga melihat prevelensi antara daerah yang memiliki aturan rokok yang jelas dengan kejadian penyakit, ternyata itu ada hubungannya. Ketika prevalensi rokok tinggi, maka TBC tinggi, diabetes tinggi, dan hipertensi tinggi. Ini faktor risiko stroke, penyakit jantung, gagal ginjal dan ini menyedot cukup besar untuk biaya kesehatan," tegasnya.

Akademisi ikut bertanggungjawab untuk tidak membiarkan masyarakat sakit. Di antaranya, dengan menaikkan harga rokok, mengurangi promosi rokok, hingga memperbanyak kawasan tanpa rokok. "Itu tool yang efisien. Ini bisa menyelamatkan banyak orang," katanya.

Kementerian Kesehatan mengamini hal ini ini. Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes dr Benget Saragih, M.Epid menerangkan bahaya rokok tersebut.

Seharusnya, pemerintah daerah hingga pusat yang memiliki aturan kawasan tanpa rokok (KTR) bisa menolak pengajuan pameran tersebut.

"Di dalam KTR itu kan nggak boleh mempromosikan produk tembakau. Ini berpotensi akan dilihat anak-anak. Ini sejalan dengan target kita untuk menurunkan angka prevalensi perokok dan perokok pemula," kata dr Benget.

Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat jumlah perokok aktif yang diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok berusia 10-18 tahun.

Dari bagan tersebut bisa diketahui bahwa usia pertama kali merokok tertinggi ada pada rentang usia 15-19 tahun (52,8 persen) dan usia 10-14 tahun (44,7). Artinya sejak Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama sudah banyak remaja yang mulai merokok.

Pertumbuhan perokok aktif di Indonesia tidak terlepas dari industri produk tembakau yang gencar memasarkan produknya di masyarakat, melalui event, pameran, iklan dan sponsorship, influencer, topik yang sedang tren, dan pengenalan merk tembakau/nikotin dengan klaim inovasi baru.

"Usia paling banyak memang di atas 18 tahun. Namun, perokok pemula ini menjadi salah satu prioritas untuk diturunkan," tegasnya.

Pemkot Surabaya menegaskan berada di sisi yang sama dengan akademisi maupun Kementerian Kesehatan. Pihak Pemkot memastikan tak mengeluarkan izin pelaksanaan tersebut.

Hanya saja, beredar informasi bahwa ajang tersebut mendapat izin dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Asosiasi Pameran Indonesia, serta Kepolisian.

Sumber: Surya Malang
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved